Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ketika Kejahatan "Skimming" Hantui Nasabah Bank...

Pembobolan dana nasabah tersebut ternyata merupakan kejahatan perbankan dengan metode skimming dan pencairan dananya dilakukan di luar negeri. Metode skimming adalah pencurian data nasabah pada kartu debit dengan memasang perangkat skimmer pada mesin anjungan tunai mandiri (ATM).

Ahli forensik digital Ruby Alamsyah beberapa waktu lalu menjelaskan, metode skimming sudah biasa digunakan untuk membobol ATM. Caranya dengan memasang alat yang bisa menyalin nomor kartu ATM nasabah serta kamera pengintai PIN Pad di mesin penarik uang.

Pelaku yang sudah mendapatkan nomor kartu dan rekaman PIN kemudian mencocokkannya dengan melihat log waktu pencatatan. Dari situ, kemudian pelaku bisa memasukkan nomor serta PIN ke kartu ATM kosong dan memakainya untuk mengambil uang.

Pembobolan dana nasabah dengan menggunakan metode ini pun sudah beberapa kali terjadi di Indonesia. Pada tahun 2016 lalu, misalnya, sebanyak 50 orang nasabah BRI di Mataram, Nusa Tenggara Barat yang menjadi korbannya.

Tahun lalu, kejahatan serupa terjadi di Lovina, Buleleng, Bali terhadap nasabah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Pelakunya adalah sindikat dari Bulgaria.

Untuk kasus yang terjadi pada nasabah BRI ini, para pelaku pun telah ditangkap, beberapa di antaranya adalah warga negara asing (WNA).

"Lima orang ini ditangkap di sejumlah lokasi berbeda. Ada di D' Park Cluster Kayu Putih Blok AB 6 No 3, Serpong, Tanggerang; di Hotel Grand Serpong, Tangerang¡ dan Hotel De’ Max, Lombok tengah, Nusa Tenggara Barat," ujar Argo.

Argo menyebut, lima anggota komplotan bernama Caitanovici Andrean Stepan, Raul Kalai, Ionel Robert Lupu, Ferenc Hugyec, dan Milah Karmilah.

BRI pun telah menyatakan bakal mengganti dana nasabah yang hilang apabila terbukti terjadi kejahatan skimming. Bank Indonesia (BI) pun telah meminta BRI untuk meningkatkan keamanan terkait kartu dan mesin ATM.

Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto akhir pekan lalu menyatakan, BRI harus mempercepat migrasi kartu debit dari teknologi pita magnetik (magnetic stripe) ke teknologi cip. Alasannya, teknologi cip lebih aman dan menurunkan risiko kejahatan seperti dengan metode skimming.

"Yang di-skimming kartu kartu debit yang menggunakan magnetic stripe. Secara ketentuan untuk saldo di bawah Rp 5 juta juga masih gunakan magnetic stripe, makanya BRI harus percepat migrasi ke cip," sebut Erwin.

BI sendiri menargetkan pada 2021 semua kartu sudah menggunakan teknologi cip. Adapun target tersebut diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/52/DKSP tanggal 30 Desember 2015 tentang Implementasi Standar Nasional Teknologi Cip Kartu ATM/Debit.

Landasan hukum surat edaran itu adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/2/PBI/2012 tentang National Standard Indonesian Chip Card Specification (NSICCS). Penerapan NSICCS pada kartu ATM atau debit memiliki tujuan utama untuk meningkatkan keamanan bertransaksi menggunakan kartu ATM dan/atau kartu.

Bank sentral menerapkan batas waktu 31 Desember 2018 berupa implementasi 30 persen kartu ATM dan/atau kartu debit yang beredar telah menggunakan teknologi cip dan PIN online 6 digit.

Adapun batas waktu 31 Desember 2019 adalah implementasi 50 persen. kartu ATM dan atau kartu Debit yang beredar telah menggunakan teknologi cip dan PIN online 6 digit.

Kemudian, batas waktu 31 Desember 2020 adalah mplementasi 80 persen kartu ATM dan atau kartu Debit yang beredar telah menggunakan teknologi cip dan PIN online 6 digit. Akhirnya, batas waktu 31 Desember 2021, implementasi 100 persen kartu ATM dan atau kartu debit yang beredar telah menggunakan teknologi cip dan PIN online 6 digit.

Nasabah pun diminta segera menghubungi bank penerbit untuk mengganti kartu debitnya yang masih menggunakan pita magnetik ke kartu yang dilengkapi cip. PT Bank Central Asia Tbk, misalnya, telah menerapkan kebijakan membebaskan biaya penggantian kartu menjadi kartu cip.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/19/080900526/ketika-kejahatan-skimming-hantui-nasabah-bank-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke