Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini Alasan Pemerintah Pilih Impor Garam Industri

Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, salah satu penyebab petambak garam lokal belum mampu memasok garam industri adalah persoalan lahan yang dapat mempengaruhi hasil produksi garam lokal.

"Pertama karena kan petambak garam kita itu punya lahannya cuma 1 sampai 2 hektar. Sehingga dia tidak mungkin memproses melalui pentahapan penyaringan, pengendapan. Jadi satu ladang garam ya dipakai pengendapan, ya dipakai pengkristalan," ujar Sigit saat ditemui di Kantor Pusat Kemenperin, Jakarta, Selasa (20/3/2018).

Selain itu, adanya faktor cuaca seperti kelembaban udara yang mempengaruhi kualitas dan kandungan garam.

"Humidity (kelembaban udara) kita kan tinggi 80 persen. Dibandingkan Australia cuma 30 persen. Sehingga tingkat kekeringan kristal maupun kemurnian kristalnya itu yang terbentuk yang ada di Australia," papar Sigit.

Dari berbagai persoalan tersebut, kandungan garam produksi lokal belum mampu masuk kedalam kriteria garam industri yang diinginkan pelaku industri.

"Kualitas beda, garam lokal nacl (natrium klorida) 94 persen saja. Untuk jadi garam industri harus 97 persen ke atas," ungkap Sigit.

Sementara itu, guna menghindari terjadinya kelangkaan garam industri, Kementerian Perindustrian baru saja menerbitkan rekomendasi izin impor garam industri kepada 27 perusahaan.

Rekomendasi ini menyusul diterbitkannya peraturan pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang tata cara pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagai bahan baku dan bahan penolong industri yang diteken oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

"Rekomendasi dikeluarkan sudah 676.000 ton untuk 27 perusahaan," ujar Sigit.

Sigit mengatakan, saat ini terdapat 500 perusahaan sektor industri yang menggunakan garam sebagai bahan baku produksinya, mulai dari industri farmasi, kimia, kertas, makanan dan minuman, tekstil, hingga industri detergen.

Adapun, rekomendasi impor garam industri sebanyak 676.000 ton merupakan bagian dari sisa kuota sebesar 1,33 juta.

Sebab, dari total kuota yang ditetapkan sebesar 3,7 juta ton, sudah diterbitkan izin impor dengan kuota 2,37 juta ton.

Sedangkan sisa kuota sebesar 654.000 ton akan dipasok dari hasil produksi petani dalam negeri dan akan diserap oleh industri pengolahan garam. "Jadi tidak 1,3 juta kita berikan semua (impor). kita berikan slot untuk garam lokal," ungkapnya.

Berdasarkan catatan Kemenperin, kendala pengembangan garam industri di Indonesia akibat sarana prasarana berupa listrik, dermaga, dan logistik yang minim.

Kendala lain yakni keterbatasan sumber daya alam, hak tanah adat yang sulit diakuisisi, serta modal yang besar.

Penguasaan lahan sebanyak 3.700 hektar oleh swasta sejak 1994 juga belum dimanfaatkan sampai saat ini.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/20/182343126/ini-alasan-pemerintah-pilih-impor-garam-industri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke