Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Hat-trick" Defisit Neraca Perdagangan

Pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan kinerja perdagangan Indonesia pada Februari 2018. BPS melaporkan nilai ekspor mencapai 14,1 miliar dolar Amerika Serikat, sementara nilai impor sebesar 14,21 miliar dolar AS sehingga neraca perdagangan Indonesia defisit 116 juta dolar AS.

Menurut BPS, defisit kali ini adalah yang ketiga kali secara berturut-turut dan yang pertama sejak 2014. Pada Januari 2018, neraca perdagangan defisit 756 juta dolar AS.

Kemudian, satu bulan sebelumnya atau Desember 2017, kinerja perdagangan juga defisit 220 juta dolar AS. Jika diakumulasi, maka hat-trick defisit neraca perdagangan sudah menembus 1,1 miliar dolar AS.

Semua itu tentu perlu diperhatikan dengan seksama, teliti, dan cermat. Karena pengaruh defisit neraca perdagangan bisa menjalar ke mana-mana, termasuk pertumbuhan ekonomi.

Mengapa defisit?

Neraca perdagangan adalah perbedaan antara nilai ekspor dan impor barang dan jasa suatu negara pada periode tertentu. Neraca diukur dengan menggunakan mata uang yang berlaku. Apabila terjadi surplus, artinya nilai ekspor lebih tinggi ketimbang nilai impor.

Begitu juga sebaliknya. Ditarik mundur ke belakang, defisit neraca perdagangan Indonesia terjadi pada 2012. Nilainya mencapai 1,66 miliar dolar AS.

Defisit tersebut merupakan yang pertama sejak 1961. Pemicu terbesarnya adalah neraca perdagangan minyak dan gas yang mengalami defisit.

Jika dicermati lebih detail, defisit kali ini terjadi pada tiga bulan, yaitu Desember, Januari, dan Februari. Biasanya, kegiatan industri dalam negeri sedang giat-giatnya pada periode ini, yaitu akhir tahun dan awal tahun.

Maka, tak perlu bingung apabila impor bahan baku dan barang modal yang begitu dibutuhkan meningkat tajam. Ini tergambar dalam data BPS Februari lalu.

Nilai impor bahan baku mengalami kenaikan sebesar 24,76 persen dibandingkan Januari 2018. Begitu juga dengan impor barang modal yang naik 30,90 persen.

Sebagaimana dijelaskan pada pembuka tulisan, defisit neraca perdagangan patut diwaspadai karena dapat berdampak kepada pertumbuhan ekonomi. Secara empiris, kinerja perdagangan bisa menghasilkan kontribusi positif maupun negatif pada produk domestik bruto Indonesia.

Sebagai contoh pada 2012 lalu. Defisit 1,66 miliar dolar AS itu berkontribusi negatif sebesar 0,19 persen terhadap PDB. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkoreksi dari 6,17 persen pada 2011 menjadi 6,03 persen.

Kondisi yang sama bertahan pada 2013 dan 2014. Ketika neraca perdagangan mulai positif, ambil contoh pada 2016 (surplus 9,53 miliar dolar AS), maka pertumbuhan ekonomi juga terbantu.

Pada tahun itu ekonomi tumbuh 5 persen. Trennya masih berlanjut hingga tahun lalu. Dengan melihat bukti-bukti yang ada, pemerintah harus mencermati potensi dari defisit neraca perdagangan terhadap PDB. Apalagi tahun ini, pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2018 ditarget 5,4 persen atau lebih tinggi dari realisasi tahun lalu 5,07 persen.

Untuk mengatasi defisit neraca perdagangan dan pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi, terdapat solusi jangka pendek dan panjang yang dapat diupayakan pemerintah. Dalam jangka pendek, ekspor harus digencarkan.

Langkah yang dapat ditempuh adalah memaksimalkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Karena rupiah yang melemah membuat nilai produk ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif.

Perang dagang di perekonomian global jadi tantangan. Situasi perang memang tengah menggema selepas keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenakan bea masuk terhadap baja dan alumunium.

Trump juga hendak membuat kebijakan bea masuk khusus untuk produk-produk asal Cina, mitra dagang terbesar Negeri Paman Sam. Cina bertekad membalas langkah AS itu.

Memang, Indonesia tidak terdampak secara langsung akibat perang dagang itu. Tetapi, implikasinya ada dalam bentuk lain, seperti membanjirnya beragam produk Cina maupun negara lain yang kemudian harus diwaspadai.

Sementara itu, untuk jangka panjang, mau tidak mau, Pemerintah harus serius membangun industri di tanah air. Jangan sampai perbaikan pertumbuhan ekonomi membuat impor bahan baku maupun barang modal mengalami peningkatan.

Ini penyakit lama yang sering berulang. Obat dari penyakit ini adalah membangun industri yang mampu memproduksi bahan baku dan barang modal yang biasa diimpor.

Proses ini tidaklah mudah, apalagi ketergantungan ini sudah berlangsung sangat lama.

Namun, bukan tidak mungkin itu diupayakan. Salah satu bahan baku yang sering diimpor adalah bauksit dalam membuat aluminium.

Namun, Inalum selaku holding tambang malah mengimpor bahan baku itu dari Australia. Sementara Indonesia diketahui kaya akan bauksit. Daerah-daerah penghasil bahan tambang ini antara lain Kijang (Pulau Bintan, Kepulauan Riau), Singkawang (Kalimantan Barat), dan Kalimantan Tengah.

Jelas sekali, bahwa ketidakmampuan industri dalam negeri menambang dan mengolah bauksit ini patut disayangkan. Untuk itu, pemerintah perlu memberikan insentif kepada perusahaan yang bersedia mengembangkan industri ini. Jangan hanya mengandalkan perusahaan negara.

Insentif berupa pengurangan pajak dapat diberikan. Namun, insentif saja tidaklah cukup. Perlu kemudahan lain dalam bentuk perizinan yang ringkas sampai kepastian dari sisi keamanan, upah tenaga kerja, dan penyiapan sumber daya manusia berkualitas.

Semua pihak tentu mengharapkan defisit neraca perdagangan tidak berlanjut ke bulan-bulan berikutnya. Karena pengaruhnya bisa memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan juga komponen-komponen ekonomi lainnya.

Defisit neraca perdagangan memang tidak bisa dihilangkan secara total dalam waktu sepecatnya. Namun, besaran defisit perlu ditakar pada level yang bisa diterima. Pasalnya, defisit neraca perdagangan adalah cerminan perekonomian negara.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/22/172430926/hat-trick-defisit-neraca-perdagangan

Terkini Lainnya

Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Spend Smart
Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Spend Smart
Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Spend Smart
Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan 'Tax Holiday'

Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan "Tax Holiday"

Whats New
Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Whats New
Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Whats New
Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Spend Smart
Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Whats New
Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Whats New
Perluasan Sektor Kredit, 'Jamu Manis' Terbaru dari BI untuk Perbankan

Perluasan Sektor Kredit, "Jamu Manis" Terbaru dari BI untuk Perbankan

Whats New
Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Whats New
Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Whats New
Soal Boks Mainan Megatron 'Influencer' Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Soal Boks Mainan Megatron "Influencer" Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke