Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kelemahan Ekspor Indonesia: Lebih Banyak untuk Pesanan

Pemerintah sendiri berupaya mendorong pengembangan ekspor untuk industri padat karya seperti industri makanan minuman dan tembakau, industri kulit dan barang dari kulit, industri mainan anak, industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki serta industri furnitur.

Sayangnya, ekspor Indonesia kebanyakan masih bersifat memenuhi pesanan atau order, atau pembeli datang. Sifatnya bukan menyerang atau struggle atau masuk ke negara lain. Artinya, produk ekspor Indonesia belum menuju produk ekspor yang berdaya saing. Hal ini dipandang sebagai kelemahan ekspor Indonesia.

Staf Khusus Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady memaparkan hal itu pada acara Seminar Nasional BI dan ISEI bertema Pengembangan dan Pembiayaan Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor di Yogyakarta, Senin (7/5/2018).

"Sepanjang saya bekerja di pemerintahan ekspor Indonesia tidak lebih dari 1 persen demand dunia. Oleh karena itu perlu terobosan baru seperti bagaimana kita membuat kebijakan untuk mengembangkan dinamika pasarnya. Indonesia sendiri sebenarnya sudah punya daya pikat dan daya tarik untuk itu, tapi belum punya daya saing," papar Edy.

Menurut dia, daya saing ekspor Indonesia kurang karena dari sisi policy saja beban regulasi yang ditanggung investor banyak. Padahal ada daya pikat dan daya tarik seperti letak geografis strategis dan populasi besar dengan keamanan yang stabil, ditunjang rating ekonomi yang baik.

Namun, ekspor Indonesia kalah dari Vietnam. Menurut Edy, itu karena di Vietnam pelabuhannya sudah ada direct call dengan negara investor dan sudah menerapkan untuk jadi supply chain. Sementara pelabuhan indonesia masih sekadar naik turun barang.

Untuk mendorong ekspor, sebenarnya sudah ada respon kebijakan seperti simplifikasi kebijakan berupa diskon tarif hingga penurunan harga gas sejak 2015. Kepastian berbisnis juga dijamin dengan penerbitan paket kebijakan hingga paket 15. Juga dilakukan tata niaga impor.

Edy mengusulkan adanya sejumlah terobosan agar ekspor Indonesia meningkat. Misal, dengan value creation atau inovasi produk ekspor sehingga nilainya meningkat. Hal ini dilakukan dengan menerapkan standar produk ekspor kelas dunia.

Kemudian, meningkatkan industrialisasi produk unggulan komparatif Indonesia seperti produk turunan kayu manis, akar wangi dan sebagainya. Juga, mengoptimalkan pemanfaatan berbagai skema fasilitas perdagangan untuk meningkatkan produk global value chain seperti KEK, KITE dan sebagainya.

"Juga diperlukan untuk mengembangkan temuan baru produk ekspor, memperluas pasar melalui perluasan perjanjian kerja sama internasional dan penguatan kelembagaan seperti penguatan infrastruktur pelabuhan," pungkas Edy.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kurang senang dengan capaian ekspor Indonesia. Sebab meski jumlah sumber daya manusia Indonesia jauh lebih besar dibandingkan sejumlah negara di Asia Tenggara, namun volume sekaligus nilai ekspor mereka jauh lebih besar dibandingkan Indonesia.

"Kita ini negara besar, dengan SDM besar. Masa ekspor kita kalah dengan Malaysia, Filipina dan Vietnam? Kalah kita," ujar Jokowi.

"Kalau diterus-teruskan, kita enggak mau mengubah seperti apa yang tadi saya sampaikan, maka bisa-bisa kita ditinggal lagi sama Laos dan Kamboja. Kalah kita sudah," lanjut dia.

Mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wali Kota Solo tersebut berharap seluruh kepala daerah merespons dengan cepat situasi ini.

"Daerah harus berani mereformasi besar-besaran untuk mempermudah iklim usaha, iklim investasi. Zamannya sudah berubah," ujar Jokowi dalam pidatonya di acara Rapat Kerja Pemerintah bersama Bupati dan Wali Kota se-Indonesia di JI-EXPO, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (28/3/2018).

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/08/125330726/kelemahan-ekspor-indonesia-lebih-banyak-untuk-pesanan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke