Mendongkrak ekspor dianggap salah satu opsi untuk bertahan di tengah fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdan mengatakan, saat ini angka ekspor Indonesia masih sangat kecil, bahkan jauh di bawah nilai utang luar negeri.
"Hasil ekspor harus dimasukkan ke dalam negeri sehingga akan membantu suplai untuk dollarnya," ujar Hariyadi kepada Kompas.com, Kamis (17/5/2018).
Pendapatan dari ekspor di Indonesia hanya sekitar 170 miliar dollar AS. Jika dibandingkan dengan utang luar negeri sebesar 357 miliar dollar AS, jumlahnya tidak seimbang.
Dia mencontohkan negara lain seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia dengan proporsi utang dan ekspornya masih wajar. Di Tahiland, kata Hariyadi, ekspornya mencapai 237 miliar dollar AS, sedangkan utangnya 160 miliar dollar AS. Hal tersebut, kata dia, membuat perekonomian di sana kuat.
"Kalau ekspornya seimbang dengan utang luar negeri tidak apa-apa. Tapi kalau angkanya jauh di bawah utang luar negeri, bagaimana mau menguntungkan kita," kata Hariyadi.
Untuk meningkatkan ekspor, kata Hariyadi, pemerintah perlu memberi insentif yang menarik untuk para pelalu pasar. Dengan demikian, mereka tertarik menjadi komoditas untuk ekspor. Selain itu, perjanjian dagang dengan negara-negara utama untuk ekspor juga harus cepat dikerjakan.
"Harus dibuat instrumen yang mengatur bahwa hasil ekspor itu harus dikembalikan ke Indonesia dan kalau memang memungkinkan dikonversikan dalam rupiah," kata Hariyadi.
"Negara lain juga melakukan itu kita harus berani. Selain ekspornya sendiri juga harus didongkrak," lanjut dia.
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/17/163700226/apindo--rupiah-melemah-ekspor-harus-digenjot