Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Klaim Angkat Perekonomian Ibu-ibu di Pedesaan, Ini Indikator Amartha

Jika dibandingkan dengan 2016, ada peningkatan sebanyak 46 persen pada peminjam yang memiliki penghasilan di atas Rp 1,5 juta perbulan.

Pada 2016, peminjam yang pendapatannya kurang dari Rp 1,5 juta per bulan memiliki porsi 63 persen. Pada 2017, persentasenya sebesar 55 persen.

Untuk pendapatan peminjam di antara Rp 1,5 - 5 juta perbulan pada 2016 sebanyak 21 persen. Sementara pada 2017 jumlahnya berkurang menjadi 11 persen.

Persentase peminjam dengan pendapatan di atas Rp 5 juta pada 2016 sebesar 16 persen. Pada tahun 2017, jumlahnya meningkat menjadi 34 persen.

"Jadi pembiayaan yang disalurkan bisa meningkatkan kesejahteraan," ujar CEO dan Founder Amartha, Andi Taufan Garuda Putra di Conclave Wijaya, Jakarta Selatan, Selasa (22/5/2018).

Dana yang telah digelontorkan Amartha selama 8 tahun berdiri lebih dari Rp 400 miliar. Dana tersebut mengalir ke hampir 105.000 pengusaha mikro.

Taufan mengatakan, peningkatan kesejahteraan tersebut terlihat dari beberapa indikator. Pertama, terlihat dengan adanya renovasi rumah sejumlah peminjam karena pinjaman mereka dari Amartha telah membuahkan keuntungan.

Dari data Amartha, sebanyak 44 persen peminjam mengganti lantainya dari sebelumnya tanah menjadi ubin. Kemudian, sebanyak 49 persen peminjam memiliki dinding tembok, bukan lagi papan atau bambu. Sebanyak 47 persen peminjam juga mengganti atap rumahnya menjadi lebih layak.

Selain itu, kata Taufan, bahan bakar yang digunakan juga menjadi indikator Amartha melihat tingkat kesejahteraan peminjamnya. Begitu juga dengan sumber air yang didapatkan peminjam.

"Banyak mitra yang sudah memiliki pompa air sebanyak 68 persen dan aliran PAM sebesar 19 persen sebagai sumber air bersih," kata Taufan.

Pada 2017, kata Taufan, hanya 2 persen peminjam yang tidak memiliki toilet di rumahnya. Jumlah tersebut berkurang jika dibandingkan dengan data tahun 2016 yang menunjukkan angka 4 persen.

"Mungkin itu hal sederhana di kota. Tapi hal ini jadi fokus kita juga," kata Taufan.

Cerita Debitur

Salah satu peminjam dari Amartha, Ratna Nurhayati (48) telah delapan tahun menggunakan jasa Amartha. Sehari-hari, Ratna bekerja sebagai pengrajin dan supplier keset anyam. Perempuan asal Ciseeng, Bogor itu mengaku sangat terbantu dengan adanya Amartha.

"Saat itu saya dan suami tidak punya uang. Kemudian pak RT bilang ada yang mau pinjamkam uang dari Amartha," kata Ratna.

Ratna tentu sangat bersedia. Tapi dengan syarat ia harus mengumpulkan tetangganya yang perempuan untuk bergabung. Satu kelompok berisi 10-20 orang. Di tahun pertama, ia mendapat pinjaman Rp 500.000. Jumlahnya terus bertambah hingga kini di pinjaman ketujuh, ia mendapat pinjaman Rp 10 juta pertahun.

Uang tersebut ia gunakan sebagai modal usaha hingga menyekolahkan anak.

"Alhamdulillah saya sudah bisa renovasi rumah. Saya kumpulkan uang dikit-dikit sambil saya biayai anak sekolah," kata Ratna.

Tak hanya diberi bantuan dana, parter bisnis dari Amartha juga mendampingi para peminjam dengan kunjungan setiap minggunya. Tujuan kunjungan itu sebenarnya menagih angsuran, namun sekaligus sebagai ajang kumpul-kumpul untuk berbagi cerita selama membuka usaha dengan bantuan perusahaan tersebut.

"Saya diajarkan atur keuangan, termausk bagaimana kembalikan pinjaman. Ada buat di rumah, buat setor juga," kata Ratna.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/22/202600226/-klaim-angkat-perekonomian-ibu-ibu-di-pedesaan-ini-indikator-amartha

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke