Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Was-was Ada Penumpang Gelap Seakan-akan Membantu Pertamina...

"Belum tentu bisa menyelesaikan masalah. Bisa saja menimbulkan masalah baru," ujar Said kepada Kompas.com, Senin (23/7/2018).

Dengan kondisi Pertamina saat ini, menurut Said, perseroan dalam posisi tawar yang rendah. Dikhawatirkan banyak pihak yang memanfaatkan lemahnya keuangan Pertamina sehingga terjadi obral aset. Bisa saja Pertamina menerima penawaran rendah yang mau tak mau dilakukan untuk memulihkan keuangan.

"Yang saya was-was kalau terjadi seperti ini adalah masuknya penumpang gelap yang seakan-akan membantu negara dan membantu Pertamina. Padahal dia tekan habis harga nilai yang digunakan untuk menggadai aset Pertamina," kata Said.

Said menuturkan, setidaknya ada tiga penyebab keuangan Pertamina bermasalah.

1. Harga subsidi bahan bakar stagnan

Tingginya beban subsidi bahan bakar minyak dianggap salah satu faktor kondisi keuangan Pertamina memburuk. Di tengah kenaikan harga minyak dunia, pemerintah memerintahkan Pertamina tetap menahan harga bahan bakar subsidi agar tak naik. Sementara itu, pemerintah tak menambah anggaran subsidi sehingga Pertamina menggunakan anggarannya untuk menutupi biaya subsidi.

"Dulu harga BBM subsidi ditentukan saat harga minyak 30 sampai 40 dollar AS per barrel. Sekarang kan di atas 70 dollar AA per barrel. Berarti sekarang sudah berat sekali beban Pertamina," kata Said.

Dalam Undang-undang BUMN Pasal 66 disebutkan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah. 

Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut, termasuk margin yang diharapkan. Namun, kenyataannya pemerintah tak menyalurkan kompensasi tersebut sehingga Pertamina merugi.

2. Tingginya harga minyak dunia

Pada kebijakan tahun 2015, premium dan solar diberi subsidi yang dinamis mengikuti harga minya dunia. Dulu, kata Said, setiap beberapa bulan sekali pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM. Namun, dengan memerintahkan Pertamina menahan harga subsidi, pemerintah telah membebani keuangan perseroan.

Said mengatakan, jika kondisinya terjadi pada 2015-2016 masih relevan harganya. Saat itu, harga minyak dunia masih 50 dollar AS per barrel dengan kurs Rp 13.000 per dollar AS. Namun, saat ini kurs rupiah berada di kisaran Rp 14.500 dan harga minyak dunia mencapai 70 dollar AS per barrel.

"Dengan harga minyak sekarang, harga premium kira-kira layaknya Rp 8.500, tapi sekarang Rp 6.500. Pertamina nombok Rp 2.000 per liter. Kira-kira harga solar sekitar Rp 8.320, sekarang dijual Rp 5150 ditambah subsidi Rp 500," kata Said.

"Sisanya Pertamina lagi yang menanggung. Itu berat sekali," lanjut dia.

3. BBM satu harga

Harga bahan minyak yang sama rata dari Sabang sampai Merauke dianggap salah satu penyebab bermasalahnya kas Pertamina. Lagi-lagi, perseroan harus menutupi anggaran bahan bakar, seperti di Papua, yang selama ini memang jauh lebih tinggi daripada di Jakarta. Namun, kenyataannya pemerintah tak menyalurkan kompensasi tersebut sehingga Pertamina merugi.

"Ada penugasan tapi tidak ada uangnya," kata dia.

Said mengakui, langkah Pertamina memang terbatas pada tiga pilihan. Pertama, membiarkan harga subsidi tak dinaikkan dan harga BBM juga tidak naik, namun membiarkan Pertamina perlahan-lahan bangkrut. Kedua, dengan opsi yang diambil saat ini yaitu melepas aset Pertamina. Ketiga, mencari solusi bersama agar keuangan Pertamina kembali sehat.

"Menteri BUMN, Menteri Keuangan, Menteri ESDM menanyakan ke presiden ini langkah apa yang mau diambil karena ini sudah bahaya. Kalau Pertamina bangkrut maka saya percaya negara ini akan sangat rumit," kata Said.

Dalam surat yang disepakati Menteri BUMN Rini Soemarno, ada empat poin aksi korporasi Pertamina untuk menyelamatkan kondisi keuangan. Pertama, share down aset hulu selektif yang tidak terbatas pada participating interest, saham kepemilikan, dan bentuk lain dengan tetap menjaga pengendalian Pertamina untuk aset strategis.

Kedua, spin off bisnis RU IV Cilacap dan Unit Bisnis RU V Balikpapan ke anak perusahaan dan potensi farm in mitra di anak perusahaan tersebut yang sejalan dengan rencana refinery development master plan (RDMP). Ketiga, investasi tambahan untuk memperluas jaringan penjualan bahan bakar minyak umum dengan harga keekonomian seperti Pertashop.

Terakhir, peninjauan ulang kebijakan perusahaan yang bisa berdampak signifikan terhadap keuangan perusahaan tanpa mengurangi esensi tujuan awal korporasi.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menegaskan bahwa tidak akan ada penjualan aset milik PT Pertamina (Persero). Usulan yang dikirimkan Pertamina ke pemerintah selaku pemegang salam merupakan rencana aksi korporasi senagai bagian rencana bisnis Pertamina meningkatkan kinerja portofolio bisnisnya ke depan. 

"Dalam surat yang disampaikan ke Pertamina, tidak ada kalimat penjualan aset ataupun persetujuan penjualan aset. Namun sebaliknya, Pertamina diminta mempertahankan aset-aset strategis di hulu dengan menjadi pemegang kendali," kata Rini.

Rini pun meminta Pertamina untuk melakukan kajian mendalam dan komprehensif bersama dengan dengan Dewan Komisaris untuk mengusulkan opsi-opsi terbaik yang nantinya akan diajukan melalui mekanisme RUPS sesuai ketentuan yang berlaku. 

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/24/093600726/was-was-ada-penumpang-gelap-seakan-akan-membantu-pertamina-

Terkini Lainnya

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke