Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Inspirasi Kehidupan Penting dari Zohri Buat Kita

Dialah Zohri, Lalu Muhammad Zohri. Dengan luar biasa, pemuda kelahiran NTB ini menorehkan prestasi di ajang Kejuaraan Atletik U-20 di Tampere, Finlandia pada 11 Juli 2018 lalu.

Banyak video dan tayangan, yang menunjukkan detik-detik prestasi Zohi yang luar biasa. Dalam usianya yang relatif muda yakni 18 tahun, Zohri berhasil membawa pulang medali emas di ajang bergensi lari 100 meter putra. Dengan prestasinya, ia mengalahkan banyak lawan yang hebat. Dengan prestasinya ini pula, Zuhri mengukir sejarah.

Ia menjadi pelari Indonesia yang pertama meraih posisi pertama di nomor 100 meter. Ini memperbaharui prestasi pelari Indonesia yang finis di urutan ke-8 di tahun 1986 silam. Bayangkanlah. Terakhir prestasi kita di tahun 1986! Dengan prestasi inipun, Zohri memecahkan rekor lari yang sebelumnya dipegang oleh Henrik Larson asal Swedia, yang pernah mencatat waktu tercepat 10,28 detik.

Untuk diketahui, U-20 ini merupakan pertandingan dunia yang resmi dan amat bergengsi, khususnya untuk cabang atletik. Penyelenggaranya adalah International Association of Athletics Federations (IAAF) dan diperuntukkan khusus untuk usia di bawah 20 tahun.

Biasanya, negara-negara di dunia mengirimkan atlit muda terbaik mereka untuk berkompetisi di ajang ini yang dilaksakan setiap dua tahun sekali. Dan kali ini, Indonesialah pemenangnya. Sungguh membanggakan! Kita patut berterima kasih kepada Zohri yang diam-diam, jauh dari sorotan, tapi ternyata mengharumkan nama bangsa Indonesia dengan prestasinya!

Namun, di balik prestasi ini, adalah kehidupan Zohri yang amat sederhana dan jauh dari mewah. Bahkan boleh dikatakan memprihatinkan. Bahkan, kalau diperhatikan foto-foto rumah tinggalnya Zohri, sungguh jauh dari penghargaan kita bagi atlit yang telah mencatatkan nama besar Indonesia di ajang internasional.

3 Pesan Zohri Buat Kita

Pertama-tama, jauh dari hiruk pikuk, Zohri menggegerkan Indonesia dan dunia dengan prestasinya. Kadangkala kita melihat banyak atlit yang dalam sorotan media massa, diberitakan dimana-mana, justru prestasinya malah anjlok.

Inilah yang membuat saya teringat dengan bukunya karya Bruce Jenner, Finding The Champion Within dimana ia justru mengakui bahwa seringkali atlit yang dielu-elukan, malahan jatuh terpuruk. Malahan, yang biasanya tidak diperhitungkan, justru yang menjadi pemenangnya.

Nah, Zohri membuktikannya. Zohri yang tersenyum paling akhir seakan berkata pada kita, “Lebih baik tidak diperhitungkan tapi bisa muncul sebagai pemenang. Daripada diuel-elukan sebelum memasuki arena tapi keluar dari dengan langkah gontai karena prestasi yang mengecewakan!”

Kita pun berharap, apa yang dikatakan oleh Bruce Jenner ini tidak menghinggapi Zohri. Meskipun telah dielu-elukan, tetap sadar diri dan terus berkiprah!

Kedua, menjadi pemenang adalah hak setiap orang apapun latar belakangnya. Kondisi Zohri, jauh dari bagus. Zohri adalah anak yatim piatu. Ayahnya sendiri adalah seorang nelayan, dengan pekerjaan sampingan sebagai buruh tani. Karena kondisinya, Zohri tidak punya pendidikan yang tinggi. Malahan, dulunya ia sempat tergolong anak yang malas belajar. Tapi, ternyata setelah beranjak dewasa, semuanya bisa berubah.

Zohri mulai tekun berlatih. Ayahnya meninggal ketika Zohri sedang mempersiapkan pertandingan bergengsi, nyaris setahun yang lalu. Mungkin, itu pula yang membulatkan tekadnya untuk sukses.

Dengan segalanya kondisinya, Zohri justru menjadi pelajaran motivasi yang bagus. Meskipun kondisinya kurang menguntungkan, ia bisa tampail dengan luar biasa mengalahkan banyak lawan-lawannya yang memiliki fasilitas yang lebih baik. So, Zohri seakan-akan berpesan kepada kita, “Kondisimu dan latar belakangmu jangan menjadi alasan untuk TIDAK mencapai pretasi bagus. Justru JADIKANLAH kondisimu yang buruk sebagai alasan untuk mencapai prestasi yang gemilang”.

Akhirnya, ketiga. Ini menjadi pelajaran penting juga bagi pemerintah dan atlit yang lainnya. Pengorbanan Zohri sebenarnya luar biasa. Saya teringat dengan kalimat seorang mantan atlit yang kini hanya jadi pelatih sebuah club olah raga. “Di Indonesia, menjadi atlit adalah pengorbanan. Jangankan atlit yang tidak sukses. Atlit yang suksespun banyak yang hidupnya merana setelah tua.” Problemnya, ternyata ada banyak mantan atlit yang hidupnya, tidak banyak yang memedulikan.

Pengorbanan Zohri sungguh luar biasa. Ia mengorbankan masa mudanya untuk berlatih. Untuk mengharumkan bangsa. Bahkan pendidikan tinggi pun tidak dienyamnya. Kita sungguh berharap pemerintah memberikan support serius kepada para atlit-atlit kita.

Sebenarnya inilah yang menjadi kendala besar di negeri ini, yakni menjadi atlit. Banyak yang mengatakan, ini pula yang menjadi alasan mengapa di negara dengan 265 juta jiwa, sebenarnya prosentase atlit kita yang seharusnya tinggi, justru tidaklah banyak. Mengapa?

Alasannya sederhana, menjadi atlit artinya harus mengorbankan kehidupan, finansial bahkan masa depan yang belum tentu akan dijamin oleh negara. Di sinilah Zohri seolah berpesan kepada kita lagi, “Tekuni panggilan dan bakatmu, bukan karena semata-mata karena mencari rejeki. Tapi, ketika kamu sukses, rejekipun akan datang.

Tapi, semoga saja pengorbanan yang telah dilakukan oleh Zohri, sungguh diperhatikan dan diberi penghargaan setingginya oleh negeri kita.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/25/070000026/3-inspirasi-kehidupan-penting-dari-zohri-buat-kita

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke