Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Nasib Industri di Tengah Polemik RUU Sumber Daya Air

JAKARTA, KOMPAS.com - Dunia industri tengah gelisah soal pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Sumber Daya Alam.

RUU ini muncul sebagai inisiatif DPR sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2015. Keresahan pelaku usaha disampaikan Asosiasi Pengusaha Indonesia yang mengaku keberatan dengan sejumlah pasal di dalam RUU tersebut.

Pertama, dalam Pasal 47 RUU SDA disebutkan bahwa izin penggunaan sumber daya air untuk industri air minum dalam kemasan hanya diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara atau Daerah. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani meragukan kapabilitas BUMN dalam pengelolaan air tersebut.

Ia khawatir pemerintah tak punya dana yang cukup untuk menyediakan air bersih.

"Kami khawatir ini akan menciptakan rente ekonomi baru dengan berbagai dalih," kata Hariyadi.

Kedua, dalam Pasal 62 disebutkan bahwa pelaku industri yang menggunakan sumber daya air wajib memberi akses langsung ke masyarakat untuk produksinya. Industri juga dilarang memagari atau memberi rambu larangan masuk ke sumber air produksinya tersebut. Hal tersebut juga ditentang pelaku usaha karena sumber air harus dipastikan steril dan tidak tercemar apapun.

"Menurut kami sangat rawan konflik horizontal di masyarakat nanti," kata Hariyadi.

Ketiga, yang paling dikritisi Apindo yakni pungutan 10 persen dari laba usaha untuk biaya koservasi sumber daya air dan bank garansi. Dua hal tersebut dianggap makin membebani industri karena ada biaya ekstra yang harus dibayarkan.

Solusinya adalah dengan menaikkan harga jual produk yang dihasilkan dengan jumlah yang cukup signifikan. Kondisi ini akan membuat pelaku usaha dilematis karena akan mengorbankan masyarakat.

Lambat laun, industri akan anjlok. Menurut dia, akan banyak pelaku usaha yang malas memproduksi dan akhirnya angka impor meningkat karena biayanya lebih murah.

"Menurut saya sangat serius, ini yang bikin drafnya kira-kira pengetahuannya seberapa luasnya?" kata Hariyadi.

Pembahasan di DPR

Komisi V DPR RI memandang, berdasarkan sejumlah kunjunga kerja dan RDPU terkait pengelolaan SDA, kepentingan adanya payung hukum untuk pengelolaanya sudah mendesak.

Akhirnya, sejak awal 2018, DPR merancang UU SDA dan melakukan harmonisasi. RUU SDA pun dijadikan RUU inisiatif DPR. Presiden kemudian menunjuk wakil pemerintah untuk membahas RUU SDA.

Perwakilannya terdiri dari Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Pertanian, dan Menteri Hukum dan HAM. Apindo mengkritisi mengapa Menteri Perindustrian tak dilibatkan, padahal industri merupakan sektor yang paling banyak memanfaatkan air sebagai bahan baku.

Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis mengatakan, pihaknya berusaha mengakomodir semua pihak dalam pembahasan. Menurut dia, ada beberapa pelaku usaha juga yang terlibat dalam pembahasan.

Utamanya melandaskan RUU pada putusan MK yang menekankan kehadiran negara dalam pengelolaan sumber daya alam bagi kemakmuran rakyat. Hal tersebut selaras dengan Pasal 33 undang-undang dasar 1945 yang menyebut bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Fary mengatakan, mulanya DPR menghimpun 604 daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam RUU tersebut.

"DPR dan Pemerintah sudah kita ketok 362 DIM yang ditetapkan dalam raker dengan Menteri PUPR," ungkap Fary.

DPR pun membentuk panitia kerja untuk membahas RUU SDA yang masih berlangsung hingga saat ini. Terkait keluhan Apindo soal pungutan 10 persen dari laba bersih dan bank garansi, Fary memastikan akan meninjau ulang. Sebab, soal konservasi akan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Ia mengatakan, DPR masih menyerap sebanyak-banyaknya masukan untuk dibahas lebih jauh dalam rapat panja yang akan dilanjutkan September 2018.

"Kita dengar, kita catat terkait poin tadi. Diharapkan dapat menyelaraskan dengan amanat konstitusi," imbuh Fary.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/22/190404126/nasib-industri-di-tengah-polemik-ruu-sumber-daya-air

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke