Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Polemik Impor Beras, Kementan Tunggu Data BPS

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, data proyeksi produksi Kementerian Pertanian (Kementan) jadi sebab. Menurut Darmin, jika data proyeksi produksi sesuai angka yang diberikan Kementan, maka ia tak akan mengambil langkah impor.

"Namun yang punya instrumen itu adalah Kementerian Pertanian. Kami juga bikin dengan satelit, tapi tetap tidak bisa dibilang sama. Makanya koordinasinya, kami sudah bilang, betulkan data itu," jelasnya.

Di mana sebenarnya sumber persoalan data pangan ini bermula? Jawabannya karena, Pemerintah tak lagi memiliki data pangan resmi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) “puasa” merilis data pangan sejak 2015 silam.

Sejak itu, BPS tak lagi mengeluarkan data produksi beras melainkan hanya data berupa ekspor dan impor beras. Hal ini ditegaskan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti.

“BPS sampai sekarang belum mengeluarkan lagi data produksi beras," kata Yunita, seperti keterangan resmi yang Kompas.com terima, Kamis (20/9/2018).

Atas permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla, BPS kemudian sedang menyiapkan metode penelitian baru untuk menghitung data pangan. Metode penelitian baru ini diperlukan untuk menyelesaikan permasalah data pangan BPS yang selama ini dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

BPS sendiri baru akan kembali merilis data produksi pangan pada Oktober 2018 mendatang, setelah molor dari rencana sebelumnya pada Agustus lalu. Data itu sudah menggunakan metode pengumpulan data yang baru, yakni Kerangka Sampel Area (KSA).

Metode ini sudah diujicobakan dan diterapkan sejak 2016 di Garut dan Indramayu, dan keseluruhan Pulau Jawa pada 2017, kecuali DKI Jakarta.

Metodologi pendataan berbasis teknologi yang dibangun atas kerja sama BPS dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu, nantinya akan mencakup 192 ribu titik pengamatan di seluruh provinsi di Indonesia.

Pengamatan menggunakan satelit milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), serta aplikasi perangkat lunak akan memantau kondisi lahan pertanian secara berkala.

“Kami akan cek 192.000 titik di tiap daerah setiap akhir bulan. Petugas akan berjalan setiap tanggal 23 hingga 30,” ujar Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta.

Data Kementan Diolah Bersama BPS

Secara resmi satu-satunya lembaga yang boleh mengeluarkan data, termasuk data pertanian adalah BPS. Lalu bagaimana Pemerintah dapat memperkirakan ketersediaan pangan nasional dan menjaga stabilitas harga bahan pangan?

“Kementan memiliki struktur sampai level desa, mitra tani dan sebagainya mengenai luas panen, luas tanam dan seterusnya," ujar Ketut.

Tak hanya itu, lanjut Ketut, Kementan juga punya citra satelit landsat sampai data mentah dari citra landsat. Dua data itu kemudian diolah Balai Besar Sumber daya Lahan Pertanian.

Setelah itu, di Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) data tersebut disebarluaskan dan bisa dilihat melalui website.

Menurut Ketut, metode pengumpulan data produksi yang dilakukan Kementan sebelum dan sesudah 2016 tidak berubah. Tetap berpedoman pada standar yang telah disepakati bersama antara BPS dengan Kementan.

Ia menggarisbawahi, data produksi yang digunakan Kementan merupakan hasil pengolahan BPS dengan Sistem Informasi Tanaman Pangan (SIM-TP).

Data tersebut kemudian disinkronisasi pada rapat pembahasan Angka Ramalan (ARAM), Angka Sementara (ASEM), dan Angka Tetap (ATAP). Rappat pembahasan ini dihadiri semua perwakilan BPS Provinsi, pusat dan dinas-dinas.

Kementan, tegas Ketut, menjunjung tinggi prinsip satu peta, satu data dan tidak berwenang mengeluarkan data secara sepihak.

“Maka, meski sejak 2015 BPS menyatakan tidak lagi merilis data produksi beras, BPS tetap lembaga yang sah mengeluarkan angka ramalan berdasarkan hasil rapat koordinasi BPS dengan Kementan," tambahnya.

Untuk itu, publik kini menanti rilis data pangan terbaru yang merupakan data berbasis teknologi hasil kerjasama BPS dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Data yang digadang-gadang akan lebih efektif dan objektif dibandingkan dengan eye estimate, metode yang sudah berpuluh-puluh tahun digunakan BPS dalam menghitung produksi padi.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/09/20/175100726/polemik-impor-beras-kementan-tunggu-data-bps

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke