Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kurangi Pengecer Ilegal, Masyarakat Diajak Jadi Sub Penyalur BBM

Anggota Komite BPH Migas Hari Pratoyo mengatakan, fenomena penjual BBM eceran tidak resmi ini marak terjadi di wilayah terpencil, terluar, dan terdepan (3T) lantaran minimnya infrastruktur umum dan penyaluran BBM. Hal ini pun membuat BBM menjadi komoditas mewah lantaran harga yang dipatok jauh lebih tinggi dari yang sudah ditentukan pemerintah.

"Kehadiran lembaga sub penyalur ini diharapkan mampu menertibkan pengecer atau kios yang menguasai rantai distribusi BBM dari SPBU kepada masyarakat sehingga mengakibatkan harga yang tinggi," ujar Hari ketika memberikan penjelasan saat sosialisasi di Kota Gorontalo, Kamis (20/9/2018).

Hari mengatakan, para pengecer BBM tersebut bisa mengajukan diri sebagai sub penyalur. Asalkan memenuhi syarat-syarat sebagai sub penyalur BBM.

Syarat-syarat tersebut di antaranya adalah lokasi pendirian sub penyalur yang memenuhi standar keselamatan kerja, memiliki sarana penyimpanan dengan kapasitas maksimal 3.000 liter, memiliki alat angkut BBM tang memenuhi standar, memiliki peralatan penyaluran, dan memiliki izin lokasi dari pemerintah daerah setempat.

"Selain itu lokasi yang akan dibangun sarana sub penyalur secara umum berjarak minimal 5 km dari lokasi penyalur dari APMS (Agen Penyalur Minyak dan Solar), atau 10 km dari SPBU terdekat," katanya.

Selain itu Hari menjelaskan, berbeda dengan SPBU yang bisa melayani konsumen secara bebas, sub penyalur hanya bisa memperjual belikan BBM kepada konsumen yang data kebutuhannya sudah diverifikasi oleh pemerintah daerah setempat.

Program sub penyalur yang diusung oleh BPH Migas merupakan upaya untuk mempercepat penyaluran program BBM Satu Harga milik pemerintah.

Keberadaan sub penyalur diharapkan dapat mengimbangi mahalnya ongkos distribusi ke daerah-daerah yang tidak terjangkau SPBU atau APMS. Sebab, harga BBM yang dijual oleh sub penyalur merupakan akumulasi dari harga yang telah ditetapkan pemerintah pusat ditambah ongkos distribusi yang ditentukan pemerintah daerah.

Antre

Adapun di Gorontalo sendiri, fenomena pengecer BBM begitu marak bahkan menyebabkan kelangkaan stok BBM di SPBU wilayah Gorontalo. Sebab, para pengecer ini rela mengantre berjam-jam untuk bisa mendapatkan produk BBM berupa Premium dan Pertalite untuk dijual kembali.

Salah satu mantan pengecer BBM di Kecamatan Batudaa, Kabupaten Gorontalo Sofiah menceritakan, dirinya harus mengantre di SPBU terdekat untuk bisa mendapatkan stok kedua jenis BBM itu hingga 36 liter per hari.

"Iya, itu kami antre dari pagi di SPBU. Motor kan tangki sudah dimodifikasi untuk bisa tampung bensin," ujar Sofiah kepada Kompas.com.

Meskipun banyak di antara tetangganya yang juga mengecer, namun Sofiah mengaku hampir setiap hari pula dagangannya habis. Pasalnya, banyak warga yang lebih memilih untuk membeli bensin eceran dibanding harus antre di SPBU selama berjam-jam.

Dia mematok harga Premium Rp 8.000 hingga Rp 9.000 per liter. Sedangan untuk jenis Pertalite Rp 10.000 per liter. Sehingga setiap hari dia bisa mengantongi Rp 54.000 hingga Rp 60.000 dari hasil mengecer BBM.

"Ya karena kebutuhan (dagangan selalu habis). Hitung saja sehari jual 36 liter dikali Rp 1.500, itu keuntungannya," ujar Sofiah.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/09/20/224100726/kurangi-pengecer-ilegal-masyarakat-diajak-jadi-sub-penyalur-bbm

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke