Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Rahasia di Balik Ketenaran Kopi Canggah

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak dulu, warga Desa Cupunagara sudah menanam kopi, namun yang ditanam hanyalah jenis kopi robusta. 

Namun, perubahan terjadi sejak 3 tahun terakhir. Warga desa mulai menanam kopi arabika.

"Kopi arabika khas Desa Cupunagara memiliki rasa manis yang unik karena ditanam di ketinggian di atas 1.200 meter di atas permukaan laut,” ujar Kepala Desa Cupunagara Wahidin Hidayat dalam pernyataan tertulis, Senin (24/9/2018).

Dari total 300 hektar lahan yang ditanami kopi, sebanyak 100 hektar ditanami kopi arabika. Sisanya, ia melanjutkan, ditanami kopi robusta.

Dari 100 hektar kopi arabika yang ditanam sejak 3 tahun lalu, baru 15 hektar yang bisa dipanen.

Masyarakat desa bisa menghasilkan 30 ton hingga 40 ton biji kopi gelondongan dari luas lahan yang bisa dipanen tersebut. Biji kopi ini kemudian diolah menjadi green bean sebanyak 10 ton per tahun.

Besarnya permintaan akan kopi arabika khas Cupunagara, membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) perlu mengatur pasokan kopi. Apalagi, panen kopi hanya terjadi pada April sampai Juli setiap tahunnya.

Salah satu pembeli rutin produk kopi arabika khas Cupunagara yakni pemilik Cafe Black Hood di kota Subang, Angga Maulana (23 tahun).

Setiap bulan, Angga membeli sekitar 15 kilogram (kg) kopi dalam bentuk roast bean dan 25 kg dalam bentuk green bean.

“Konsumen menyukai rasanya yang unik, karena rasanya dominan manis seperti ada karamelnya, berbeda dari kopi-kopi di Jawa Barat yang rasanya dominan rasa buah dengan tingkat keasaman yang tinggi,” kata Angga.

Dana desa dongkrak perekonomian masyarakat

Wahidin Hidayat menjelaskan, dana desa yang diterima masyarakat Desa Cupunagara dimanfaatkan untuk pembentukan BUMDes Mukti Raharja.

BUMDes tersebut berperan memasarkan produk unggulan desa yaitu kopi arabika yang diberi merek “Kopi Canggah.”

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi terus menggulirkan dana desa, serta melakukan pendampingan pemanfaatan dana desa untuk mengentaskan kemiskinan dan pemerataan ekonomi di seluruh pelosok Indonesia.

Dari 74.957 desa yang menerima dana desa, salah satunya adalah Desa Cupunagara, Kecamatan Cisalak, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Tahun ini, Desa Cupunagara menerima dana desa sebesar Rp 1,13 miliar.

Lokasi Desa Cupunagara yang terletak paling ujung di Kabupaten Subang, serta kondisi jalan desa yang rusak dan belum teraspal, membuat Desa Cupunagara terisolir dari desa lainnya.

Terletak di ketinggian 1800 mdpl, kondisi geografis Desa Cupunagara umumnya merupakan perbukitan dan memiliki tingkat kemiringan 25 derajat.

Pembangunan infrastruktur desa

Sejak pemerintah serius menggulirkan dana desa ke Desa Cupunagara, warga desa merasakan manfaat langsungnya, salah satunya yakni perbaikan jalan desa.

“Baru 3 tahun terakhir inilah, warga Desa Cupunagara akhirnya bisa merasakan jalan desa yang beraspal. Setelah diperbaiki menggunakan dana desa untuk melakukan pengaspalan 15 kilometer jalan desa dari total 35 kilometer jalan desa yang masih berbatu dan rusak berat,” kata Wahidin.

Perbaikan jalan berdampak langsung mengurangi biaya transportasi warga yang mengangkut hasil pertanian ke pasar.

“Sebelum jalan diaspal, ongkos angkutan kendaraan dari desa ke Pasar Lembang pulang pergi Rp 60.000. Sejak jalan diaspal, ongkos angkutan turun menjadi Rp 40.000 pulang pergi,” ujar salah satu petani kopi Desa Cupunagara, Jajang Saripudin (42 tahun).

Perbaikan drainase dan saluran lingkungan desa telah meningkatkan kualitas kesehatan warga desa.

Begitu pula dengan pembangunan tembok penahan tanah (TPT) di beberapa wilayah yang rawan longsor, serta akses jalan-jalan lingkungan diperbaiki agar warga desa meningkat kualitas hidupnya.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/09/24/065200226/rahasia-di-balik-ketenaran-kopi-canggah

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke