Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berita Populer: Buwas Bilang ke Presiden soal Impor hingga Prediksi Sri Mulyani

 Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso ( Buwas) kembali menegaskan Indonesia tak perlu melakukan impor untuk mendukung ketahanan pangan.

"Waktu ditunjuk Presiden, saya ditanya bisa enggak untuk tidak impor? Saya bilang ke Presiden insya Allah saya bisa enggak impor karena ini negara agraris, semuanya ada," kata Buwas saat menghadiri diskusi ketahanan pangan di Menara Kadin, Jakarta, Senin (24/9/2018).

Ketahanan pangar tanpa impor, diyakininya, bisa dengan mudah diwujudkan. Caranya dengan melakukan sinergi antarsemua pihak terkait dan menyerap produk pangan lokal sehingga memberikan bantuan kepada para petani.

"Miris kalau kemudian negara agraris besar seperti Indonesia menuntut pangan impor dan kok bisa bangga makan produk luar negeri atau impor itu. Saya sebagai orang kampung itu miris, apalagi kalau saya jadi petani seolah-olah kita tidak berpihak ke petani," sebutnya.

Baca selengkapnya:  Buwas: Saya Bilang ke Presiden, Insya Allah Saya Enggak Impor...

2. Buwas: Kalau Saya Enggak Bisa Seperti Bu Susi, Dikebiri Saja

Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso merasa malu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Apa dasarnya?

Menurut Waseso, Susi merupakan pejabat negara yang konsisten dengan pekerjaannya. Sebagai menteri, Susi dinilai Waseso selalu tegas terhadap kapal-kapal asing yang mencuri dari perairan Indonesia.

"Saya malu loh sama Bu Susi. Saya laki, beliau perempuan. Kalau saya enggak bisa konsisten kayak beliau lebih baik saya dikebiri saja," ujar Waseso dalam diskusi ketahanan pangan di Menara Kadin, Jakarta, Senin (24/9/2018).

Adapun konsistensi yang dimaksud Waseso adalah terkait impor bahan pangan, terutama beras. Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) tersebut selalu yakin bahwa Indonesia tidak butuh impor lantaran merupakan negara agraris yang besar.

Baca selengkapnya:  Buwas: Kalau Saya Enggak Bisa Seperti Bu Susi, Dikebiri Saja

3. 5 Alasan Banyak Perusahaan Teknologi Dunia Pindah ke Singapura

Singapura telah berkembang menjadi pusat teknologi Asia dan menjadi tujuan favorit perusahaan-perusahaan yang ingin pamornya melejit di kawasan pasar negara berkembang.

Menurut Dewan Pengembangan Ekonomi Singapura (EDB), 80 dari 100 perusahaan teknologi terkemuka di dunia beroperasi di Singapura. Banyak dari perusahaan teknologi yang kemudian meningkatkan investasinya di negara tersebut.

Indeks Inovasi Bloomberg 2017 pun menempatkan Singapura di posisi nomor 6 dunia, tepat di atas Jepang dan Amerika Serikat, sementara China berada pada posisi 21.

Dikutip melalui Forbes, sebuah studi yang dilakukan perusahaan konsultan real estate Jones Lang LaSalle (JLL), Singapura merupakan negara tujuan investasi asing utama bagi raksasa teknologi China Alibaba, Baidu, dan Tencent. Begitupun Google, Amazon, dan Facebook yang memiliki operasi regional yang mapan di Singapura.

Baca selengkapnya: 5 Alasan Banyak Perusahaan Teknologi Dunia Pindah ke Singapura

4. Soekarno-Hatta Masuk 10 Besar Bandara Megahubs Dunia

Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang menduduki posisi ke-10 sebagai bandara dengan koneksi rasio penerbangan terjadwal paling banyak atau paling terkoneksi di dunia.

Adapun di kawasan Asia Pasifik, Bandara Internasional Soetta menduduki peringkat kedua atau berada di bawah Bandara Internasional Changi di Singapura. Hal

itu berdasarkan laporan Megahubs International Index 2018 dalam The World’s Most Internationally Connected Airports yang dikeluarkan oleh lembaga air travel intelligence asal Inggris, OAG.

Adapun dalam proses penentuan nilai indeks tersebut, OAG menghitung total kemungkinan konektivitas bandara untuk penerbangan datang dan keluar dalam waktu 6 jam.

Baca selengkapnya: Soekarno-Hatta Masuk 10 Besar Bandara Megahubs Dunia

5. Ini Prediksi Sri Mulyani Soal Ekonomi RI di Tahun 2019

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan optimismenya terhadap kondisi perekonomian Indonesia di tahun 2019 mendatang. Dia menjelaskan, tanda-tanda yang menunjukkan optimisme kondisi ekonomi Indonesia sudah ditunjukkan sejak semester II tahun 2017.

"Tanda optimisme muncul dalam bentuk semester II tahun 2017 sudah menggambarkan pick up growth Indonesia muncul dari agregat demand dan supply. Kita lihat ekspor tumbuh positif, dan itu suatu perubahan," ujar Sri Mulyani ketika memberikan sambutan dalam acara Indonesia Economic Outlook (IEO) 2019 di kawasan Kementerian Keuangan, Senin (24/9/2018).

Namun sayangnya, dengan berbagai dinamika ekonomi yang muncul, ternyata pertumbuhan impor jauh lebih cepat dibandingkan dengan ekspor.

Dia mengatakan, naiknya ekspor Indonesia sebesar 4 hingga 5 persen tak sebanding dengan impor yang meningkat hingga 20 persen per tahun. Sehingga, posisi defisit transaksi berjalan Indonesia pada semester II 2018 ini mencapai 13,7 miliar dollar AS. Arus modal masuk tahun ini pun tak sebesar tahun 2016 dan 2017 lalu.

Baca selengkapnya: Ini Prediksi Sri Mulyani Soal Ekonomi RI di Tahun 2019

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/09/25/050900726/berita-populer--buwas-bilang-ke-presiden-soal-impor-hingga-prediksi-sri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke