Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

8 Kementerian/Lembaga Tak Dapat Opini WTP dari BPK

Pada semester I tahun 2018, BPK memeriksa 86 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) Tahun 2017 dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2017. Satu laporan keuangan diperiksa oleh Akuntan Publik yang ditunjuk oleh DPR RI, yaitu Laporan Keuangan BPK Tahun 2017.

Secara umum, hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan bahwa hasil pemeriksaan atas laporan keuangan memuat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap 512 laporan keuangan atau 79 persen dari 652 laporan keuangan.

Dari hasil pemeriksaan atas LKKL dan LKBUN Tahun 2017, masih terdapat 8 kementerian/lembaga yang belum memperoleh opini WTP.

"Hasil pemeriksaan menunjukkan 79 persen LKKL, termasuk LKBPK dan LKBUN, memperoleh WTP. Sementara ada 6 LKKL memperoleh WDP dan 2 LKKL meraih opini TMP," ujar Ketua BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara saat membacakan IHPS I 2018 dalam sidang paripurna di kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (2/10/2018).

Adapun kementerian/lembaga yang memperoleh opini Wajar dengan Pengecualian (WDP) yaitu Kementerian Pertahanan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembaga Penyiaran Publik RRI, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, serta Lembaga Penyiaran Publik TVRI.

Sementara yang mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) atau disclaimer yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Keamanan Laut.

BPK mengungkapkan, 8 LKKL belum memperoleh opini WTP karena terdapat akun-akun dalam laporan keuangan yang disajikan tidak sesuai dengan SAP atau tidak didukung dengan bukti yang cukup.

Akun-akun yang disajikan tidak sesuai tersebut meliputi Aset Tetap sebesar 29 persen, Aset Lancar sebesar 23 persen, Pendapatan dan belanja masing-masing 18 persen, serta kewajiban dan aset lainnya masing-masing 6 persen.

Untuk Aset Lancar, permasalahan terjadi pada 4 K/L, antara lain terdapat selisih Transfer Masuk persediaan antarsatuan kerja yang tidak dapat dijelaskan, dan persediaan kapal hasil pengadaan dicatat tidak sesuai dengan realisasi fisik pekerjaan.

Masalah Aset Tetap terjadi pada 5 K/L, antara lain penyajian saldo aset tetap termasuk yang tidak dapat ditelusuri atau belum jelas keberadaannya, dan pencatatan atas aset tetap berupa tanah, jalan, irigasi dan jaringan, serta Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) tidak akurat.

Sementara untuk pos Belanja terjadi pada 3 K/L, antara lain realisasi belanja tidak didukung dengan bukti yang lengkap dan diragukan validitasnya, terindikasi tidak riil, dan menggunakan pagu anggaran maksimal, serta tidak dapat ditelusuri bukti pertanggungjawabannya.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/02/135815926/8-kementerianlembaga-tak-dapat-opini-wtp-dari-bpk

Terkini Lainnya

Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

Kesejahteraan Buruh Tani Era Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

Whats New
3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

Whats New
Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Whats New
Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Work Smart
IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

Whats New
Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Whats New
Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Whats New
Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Whats New
BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

Whats New
Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Whats New
Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Whats New
Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Whats New
Bahan Pokok Hari Ini 30 April 2024: Harga Daging Ayam Naik, Cabai Merah Keriting Turun

Bahan Pokok Hari Ini 30 April 2024: Harga Daging Ayam Naik, Cabai Merah Keriting Turun

Whats New
Minta Omnibus Law Dicabut, KSPI Sebut 50.000 Buruh Akan Kepung Istana

Minta Omnibus Law Dicabut, KSPI Sebut 50.000 Buruh Akan Kepung Istana

Whats New
Laba Bersih BSI Naik 17 Persen Jadi Rp 1,71 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BSI Naik 17 Persen Jadi Rp 1,71 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke