Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Laporan BPK: Kendali Pengelolaan Subsidi Kurang Memadai

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan atas subsidi energi, subsidi beras, subsidi pupuk, dan kewajiban pelayanan publik di bidang angkutan umum. Tujuannya untuk menilai kewajaran perhitungan nilai subsidi yang layak dibayar oleh pemerintah serta menilai apakah pelaksanaan subsidi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hasil pemeriksaan itu termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2018.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa pengendalian atas pengelolaan program subsidi kurang memadai.

"Pengalokasian anggaran melampaui pagu anggaran yang ditetapkan Undang-undang APBN/APBN-P sehingga APBN/APBN-P tidak dapat berfungsi sebagai alat kendali belanja dan penyaluran subsidi," bunyi IHPS I 2018 yang dibacakan dalam rapat paripurna di kompleks DPR RI, Jakarta, Selasa (2/10/2018).

Akibatnya, terdapat potensi realisasi belanja subsidi membebani kapasitas fiskal pemerintah pada tahun anggaran berikutnya, yakni 2018, dan pertanggungjawaban pemerintah atas ketepatan sasaran penggunaan anggaran belanja subsidi tidak jelas.

BPK menyebutkan, lemahnya pengendalian intern yang dilaporkan dalam hasil pemeriksaan atas LKPP Tahun 2017 terjadi karena Kementerian Keuangan belum menetapkan kebijakan teknis terkait evaluasi atas realisasi belanja subsidi yang melampaui pagu anggaran untuk menentukan kelayakan pembayaran subsidi.

Selain itu, ada pula realisasi belanja subsidi yang anggarannya tidak melalui mekanisme pengesahan legislatif.

Koreksi subsidi

BPK telah memeriksa perhitungan subsidi atau KPP tahun 2017 yang mengungkapkan koreksi subsidi negatif senilai Rp 2,99 triliun dan koreksi positif senilai Rp 115,10 miliar. Dengan demikian, BPK telah membantu menghemat pengeluaran negara senilai Rp 2,88 triliun dengan mengurangi nilai subsidi yang diajukan BUMN.

Jumlah subsidi tahun 2017 yang harus dibayar pemerintah menjadi lebih kecil yaitu dari Rp151,28 triliun menjadi Rp 148,40 triliun.

Pemerintah telah membayarkan subsidi senilai Rp142,73 triliun. Sehingga pemerintah kurang membayar subsidi tahun 2017 senilai Rp 8,07 triliun kepada 5 BUMN atau anak perusahaan dan satu perusahaan swasta, yaitu PT PLN, PT Pertamina, PT AKR, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT PK, dan PT Pupuk Iskandar Muda.

Selain itu, pemerintah mengalami kelebihan pembayaran subsidi senilai Rp 2,40 triliun pada 5 BUMN atau anak perusahaan, yaitu Perum Bulog, PT Pembangunan Sarana Perkasa, PT PG, PT Pelni, dan  PT KAI.

Salah satu contoh pengelolaan subsidi yang kurang memadai yakni Perum Bulog belum menerima penerimaan sebesar Rp 384,17 miliar atas penggantian pengadaan gabah atau beras dengan harga fleksibilitas dan bunga pinjaman dari Kementerian Pertanian, harga tebus subsidi  beras sejahtera bagi masyarakat berpendapatan rendah tahun 2017 pada 5 divisi regional yaitu Sumut, DKI Jakarta & Banten, Jabar, Jatim dan Sulselbar, serta sisa biaya reprocessing dan distribusi untuk operasi pasar cadangan beras pemerintah pada Divre Sulselbar dan Jateng.

Di sisi lain, ada kelebihan pembayaran subsidi pangan tahun 2017 kepada Perum Bulog sebesar Rp 834,82 miliar. Hal tersebut telah diakui oleh pemerintah sebagai Piutang Bukan Pajak pada LKPP.

Hal lainnya yakni adanya selisih harga jual eceran (HJE) formula dengan HJE penetapan pemerintah atas penyaluran jenis bahan bakar tertentu solar/biosolar dan jenis bahan bakar khusus penugasan tahun 2017 berdampak pada kekurangan pendapatan PT Pertamina sebesar Rp 26,30 triliun dan AKR Corporindo senilai Rp 259,03 miliar.

Atas temuan itu, BPK merekomendasikan Kementerian Keuangan agar menetapkan kebijakan teknis terkait dengan evaluasi atas realisasi belanja subsidi yang melampaui pagu anggaran sebagai dasar kelayakan pembayaran subsidi.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/03/091100326/laporan-bpk--kendali-pengelolaan-subsidi-kurang-memadai

Terkini Lainnya

TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

Whats New
Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

Whats New
Menteri Trenggono Ungkap Ada 5 Perusaahan Vietnam yang Tertarik Investasi Benur

Menteri Trenggono Ungkap Ada 5 Perusaahan Vietnam yang Tertarik Investasi Benur

Whats New
Stagwell Tambahkan Leverate Group ke Program Global Affiliate

Stagwell Tambahkan Leverate Group ke Program Global Affiliate

Whats New
Tertahan Sejak 2022, Bea Cukai Akhirnya Serahkan Alat Belajar SLB ke Pihak Sekolah

Tertahan Sejak 2022, Bea Cukai Akhirnya Serahkan Alat Belajar SLB ke Pihak Sekolah

Whats New
BI Beberkan Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998

BI Beberkan Perbedaan Kondisi Ekonomi Saat Ini dengan Krisis 1998

Whats New
Kemenperin: Indeks Kepercayaan Industri April Melambat Jadi 52,30

Kemenperin: Indeks Kepercayaan Industri April Melambat Jadi 52,30

Whats New
Intip 'Modern'-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

Intip "Modern"-nya Pasar Tradisional Lebak Budi di Lampung, Usai Tawar Menawar Bayarnya Pakai QRIS

Whats New
IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

IHSG Ditutup Menguat 119 Poin, Rupiah Masih Lesu

Whats New
Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

Logam Mulia Bisa Jadi Pelindung Aset, Bagaimana Penjelasannya?

BrandzView
KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

KKP Mulai Uji Coba Penangkapan Ikan Terukur, Ini Lokasinya

Whats New
Namanya 'Diposting' Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

Namanya "Diposting" Jadi Menteri BUMN di Medsos, Menteri KKP: Kita Urus Lobster Dulu...

Whats New
Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

Genjot Dana Murah, Bank Mega Syariah Gelar Program Tabungan Berhadiah

Whats New
Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

Foxconn Tak Kunjung Bangun Pabrik di RI, Bahlil: Masih Nego Terus...

Whats New
Strategi Bisnis Bank Jatim di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi

Strategi Bisnis Bank Jatim di Tengah Tren Suku Bunga Tinggi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke