Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kementan Pastikan Pasokan Beras Aman dan Harganya Stabil

Pembentukan harga beras di tingkat konsumen pun merupakan mekanisme pasar yang secara fundamental dipengaruhi oleh pasokan dan permintaan.

Namun demikian, Sekretaris Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Sesditjen) Tanaman Pangan, Maman Suherman menyatakan, kenaikan harga beras tidak langsung berkorelasi karena kurangnya produksi padi, tetapi lebih dipengaruhi oleh rantai pasok.

Berdasarkan data Angka Ramalan (ARAM) I, produksi padi 5 tahun terakhir mengalami peningkatan rata-rata 4,07%.

"Perhitungan yang telah disinkronkan antara Kementan dan BPS tersebut menunjukkan, bahwa produksi padi nasional tahun 2018 diperkirakan sebesar 83,04 juta ton gabah kering giling (GKG) yang bila dikonversi ke beras menjadi 48,29 juta ton beras," kata Maman, di Jakarta.

Sedangkan konsumsi beras, lanjut dia, diperkirakan sebesar 30,37 juta ton beras. Ini menunjukkan supply beras nasional masih aman sampai dengan akhir tahun.

Dalam rilis yang Kompas.com terima, Senin (8/10/2018), Maman menambahkan bahwa perhitungan angka produksi beras bukan semata-mata hitungan Kementan.

Menurut Maman pihaknya berkoordinasi dengan BPS dalam peghitungan angka produksi. Selain itu, Kementan juga mencatat langsung kondisi riil di lapangan.

"Kami berkoordinasi dengan petugas pengumpul data tanam/panen dinas pertanian kabupaten/kota yang bertugas di tiap kecamatan untuk setiap harinya melaporkan luas tambah tanam padi. Jadi tidak benar dikatakan bahwa angka produksi hanya di atas kertas," tegas Maman.

Terkait musim kemarau, produksi gabah di petani memang sangat berkaitan dengan ketersediaan air. Bagi lahan irigasi, air tersedia sepanjang tahun. Jika pun ada kekurangan saat kemarau panjang, kebutuhan air dapat dibantu pompa baik dari bantuan pemerintah pusat/daerah maupun mandiri.

BACA JUGA: Stok Melimpah, Mentan Minta Pengusaha Tak Menaikkan Harga Beras

Harga Komoditas Stabil, Inflasi Juni Diprediksi 0,2 Hingga 0,25 Persen

Namun demikian, Maman menyatakan bahwa kekeringan tidak melanda seluruh negeri, karena ada wilayah/daerah yang kondusif untuk ditanami.

Adapun ketika tanam kondusif, Kementan juga membantu percepatan dengan memberi bantuan alat dan mesin pertanian untuk pengolahan tanah dan tanam.

Begitu juga saat panen, Kementan bantu mempercepatnya dengan menggunakan mesin combine harvester dan bantuan alat pengering pasca panen.

Kementan juga terus mendorong kecukupan produksi beras di perbatasan dengan memberikan bantuan rice milling unit (RMU) agar petani tidak membeli beras dari luar wilayah.

Harga beras masih stabil

Terkait isu kenaikan harga beras, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) Gatut Sumbogodjati mengatakan, kenaikan harga beras tak lepas dari rantai perdagangan beras yang cukup panjang. 

Dimulai dari petani, pedagang pengumpul, penggilingan, industri beras, pasar induk, pedagang grosir, pasar retail baik pasar modern, pasar tradisional, sampai dengan warung/kios.

“Rantai pasok inilah yang menyebabkan disparitas harga antara di tingkat petani dengan konsumen," tambah Gatut. 

Selain alur perdagangan, faktor harga juga dipengaruhi oleh sebaran tempat produksi dan  konsumsi, serta sebaran waktu panen.

Terkait harga beras di pasaran, berdasarkan laporan dari Petugas Informasi Pasar, harga rata-rata beras medium di tingkat produsen/petani bulan September sebesar Rp 9.093 per kilogram (kg).

Sedangkan di bulan Oktober sampai dengan tanggal 5 Oktober sebesar Rp 9.131 per kg. Angka ini masih lebih rendah dibanding harga rata-rata bulanan tahun 2018 sebesar Rp 9.191 kg.

Bahkan dibandingkan bulan Agustus pun harga ini mengalami penurunan sebesar 0,34 persen dari rata-rata bulan Agustus Rp 9.128 menjadi Rp 9.093 di bulan September.

Sementara itu, laporan harga dari Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) bulan September dan Oktober ini harga beras masih lebih rendah dibandingkan harga rata-rata bulanan tahun 2018.

BACA JUGA: Harga Komoditas Stabil, Inflasi Juni Diprediksi 0,2 Hingga 0,25 Persen

Hal itu berlaku untuk beras jenis Cianjur, Setra, Saigon, Muncul, IR64, IR 42 dan Ketan Putih. Kenaikan tidak signifikan hanya terjadi untuk jenis ketan hitam. 

Sebagai contoh data dari PIBC, beras Cianjur Kepala bulan September Rp13.289 per kg, sedangkan rata-rata bulanan tahun 2018 sebesar Rp13.738 per kg. 

Beras IR 42 bulan September Rp11.846 per kg, sedangkan rata-rata bulanan tahun 2018 sebesar Rp11.878 per kig. Beras IR 64 grade I bulan September Rp10.342 per kg, sementara rata-rata bulanan tahun 2018 sebesar Rp10.823 per kg.

"Spekulasi bahwa ada penurunan produksi pada musim kemarau yang mengakibatkan harga terdorong naik, sudah tidak tepat lagi. Mari kita ciptakan stabilisasi harga beras pada tingkat yang menguntungkan petani, tidak membebani konsumen dan memberikan keuntungan yang wajar bagi pedagang,” ucap Gatut.

Kenaikan hanya terjadi pada jenis ketan hitam dari Rp15.941per kg menjadi Rp17.688 per kg. Adapun harga ketan putih biasa semenjak ada impor terus menurun.

Untuk September 2018 harga beras ketan putih biasa Rp11.148 per kg, lebih rendah dari harga beras biasa IR 42 yaitu Rp11.846 per kg.

Dengan adanya impor ketan mencapai hampir 50 ribu ton sampai dengan Juli 2018, penurunan harga ketan putih ini tidak memberikan insentif bagi petani,

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/08/133000926/kementan-pastikan-pasokan-beras-aman-dan-harganya-stabil-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke