Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia Redup di 2019, Ini Sebabnya

BENGALURU, KOMPAS.com - Outlook pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2019 untuk pertama kalinya diprediksi meredup. Hal ini berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Reuters terhadap sejumlah ekonom.

Dikutip pada Senin (22/10/2018), para ekonom memandang perang dagang antara AS dan China serta kondisi keuangan global yang mengetat menjadi penyebab utama proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2019 tidak cemerlang.

Pada awal tahun 2018, para responden jajak pendapat mengungkapkan optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi global yang cukup kuat. Namun, pada jajak pendapat yang dilakukan bulan ini terhadap lebih 500 orang ekonom menunjukkan adanya penurunan outlook pada 18 dari 44 negara yang dipoling.

Hanya 3 negara yang proyeksi pertumbuhan ekonominya dinaikkan. Adapun 23 negara lainnya tidak diubah.

"Dinamika sederhana yang berperan di dalam perekonomian global saat ini (adalah) AS mengalami booming, sementara negara-negara lainnya melambat atau bahkan stagnan. Tekanan yang disebabkan divergensi ini menyebabkan ketidaknyamanan di banyak negara berkembang," kata Janet Henry, kepala ekonom global di HSBC.

Henry menuturkan, kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral AS Federal Reserve mencegah perekonomian AS mengalami overheating. Namun, kebijakan ini menekan pula opsi kebijakan di negara-negara yang mengalami pengetatan kondisi finansial dan ditambah adanya peningkatan ketegangan perdagangan.

Mayoritas dari hampir 150 orang ekonom yang dipoling menyatakan ada dua penyebab utama penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun depan. Kedua faktor tersebut adalah berlanjutnya perang dagang AS-China dan pengetatan kondisi keuangan global yang didorong oleh maraknya aksi jual di pasar ekuitas global maupun cepatnya kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah.

Adapun kepala ekonom Scotiabank Jean-François Perrault menuturkan, konsekuensi peningkatan perang dagang tidak dapat dihindari. Kenaikan harga akan terjadi baik di China maupun AS, ditambah menurunnya daya beli di kedua negara tersebut.

"Biaya produksi lebih tinggi, meningkatnya volatilitas pasar keuangan, dan kemungkinan kenaikan suku bunga. Dampak-dampak ini kemungkinan akan merambat keluar dari kedua negara tersebut," ujar Perrault.

Para ekonom memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2018 mencapai 3,8 persen dan melambat menjadi 3,6 persen pada tahun 2019. Angka ini lebih rendah dibandingkan proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF), yakni 3,7 persen.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/22/125746526/proyeksi-pertumbuhan-ekonomi-dunia-redup-di-2019-ini-sebabnya

Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke