Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hong Kong Siap Jadi "Wasit" atas Sengketa yang Muncul di Belt and Road Initiative

Mengutip dari sejumlah referensi, nilai kontrak proyek yang diteken oleh China dengan negara mitra yang masuk dalam program ini pada Januari-Agustus 2018 telah mencapai 61 miliar dollar AS (sekitar Rp 900 triliun). Jumlah tersebut hampir separuh dari keseluruhan kontrak proyek yang diteken oleh China.

Baca: Ambisi Pengadilan China "Saingi" Peran Arbitrase Internasional

Nilai proyek kerja sama tersebut akan terus meningkat ke depannya seiring dengan berkembangnya Belt and Road Initiative. Membengkaknya nilai kerja sama proyek antara China dengan negara lain juga menaikkan potensi terjadinya sengketa.

Seperti dua sisi mata uang, banyaknya kerja sama yang dijalin juga meningkatkan potensi sengketa. Bagaimanapun dalam bisnis selalu ada tindakan-tindakan yang—entah sengaja atau tidak—akan merugikan para pihak yang terlibat dalam kerja sama.

Sebagai salah satu pusat perdagangan dan keuangan global, Hong Kong punya pengalaman panjang menangani dispute yang muncul dari pihak-pihak yang sebelumnya meneken kerja sama. Ada banyak korporasi yang ditangani. Bahkan kasus-kasusnya pun semakin berkembang dari waktu ke waktu.

Secretary for Justice Hong Kong Teresa Cheng mengungkapkan proses hukum yang efisien serta banyaknya para profesional di bidang hukum membuat Hong Kong menjadi pilihan bagi banyak korporasi yang ingin mencari resolusi atas sengketa bisnis yang terjadi.

“Perkembangan yang terjadi juga menuntut HKIAC juga terus melakukan penyesuaian guna menjawab perubahan yang ada,” kata Teresa, Rabu (31/10/2018).

Amandemen

Adalah Hong Kong International Arbitration Center (HKIAC), lembaga arbitrase internasional yang berbasis di Hong Kong yang selama ini banyak menangani berbagai sengketa tersebut. 

Perkembangan yang terjadi di dunia bisnis maupun di ranah teknologi memaksa lembaga arbitrase ini terus melakukan berbagai penyesuaian. 

Hal itu terlihat dari amandemen tata cara arbitrase yang dilakukan pada tahun 2008. Kemudian diperbarui lagi di tahun 2013. Ini merupakan upaya dari HKIAC untuk terus mengikuti perkembangan zaman.

Mencermati perkembangan yang terjadi sudah cukup jauh berbeda dari 2013, HKIAC kembali melakukan amandemen. Apalagi, saat ini China menjalankan Belt and Road Initiative yang membuka banyak peluang bisnis namun sekaligus juga dispute. Sehingga, berbagai persiapan mutlak dilakukan.

Atas dasar itu, HKIAC kembali melakukan amandemen Administered Arbitration Rules (“2018 Rules”) yang akan efektif per 1 November 2018.

Amandemen tersebut mengatur tentang pemanfaatan teknologi dalam proses arbitrase, arbitrase multi-party dan multi-kontrak, penentuan awal perselisihan, sarana alternatif penyelesaian sengketa, proses arbiter darurat, dan batas waktu keputusan akhir diambil.

Melalui amandemen tersebut, Hong Kong benar-benar ingin memosisikan diri sebagai wasit, utamanya terkait dengan proyek Belt and Road Initiative.

Sekjend HKIAC Sarah Grimmer menyebutkan bahwa perubahan menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Mau tak mau, lembaga arbitrase ini harus ikut melakukan perubahan agar bisa menjawab tantangan yang ada.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/01/070000526/hong-kong-siap-jadi-wasit-atas-sengketa-yang-muncul-di-belt-and-road

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke