Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pemerintah Indonesia Waspadai Penyebaran Penyakit African Swine Fever

China menjadi negara pertama di Asia yang terserang wabah penyakit tersebut. Asal tahu saja, populasi babi di sana mencapai sekitar 400 juta ekor, terbesar di dunia.

Sejak awal penyakit ini diumumkan pada awal Agustus 2018, sudah 13 provinsi di sana terdampak ASF, antara lain Kota Shenyang, Provinsi Liaoning.

Pemerintah setempat sampai memusnahkan puluhan ribu ekor babi untuk menghindari penyebaran penyakit.

Terkait potensi penyebaran ASF ke Indonesia, pemerintah telah mewaspadainya.

Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fadjar Sumping Tjatur Rasa menjelaskan, penyebaran ASF lazimnya mengikuti pola lalu lintas babi dan produknya.

“Asia Tenggara kami nilai rawan terserang ASF. Ini jelas akan membahayakan populasi babi di Indonesia. Semua pemangku kepentingan akan sangat dirugikan. Kita harus mencegah sedini mungkin,” ujarnya dalam pernyataan tertulis kepada Kompas.com, Kamis (1/11/2018).

Untuk meningkatkan kewaspadaan, Kementerian Pertanian mengumpulkan dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan se-Indonesia.

Pertemuan itu juga melibatkan laboratorium kesehatan hewan (balai veteriner), institusi pendidikan dan akademisi, pelaku bisnis bidang peternakan dan kesehatan hewan, serta para peternak babi. Semuanya berkumpul di Solo pada 31 Oktober untuk konsolidasi pencegahan masuknya ASF ke Indonesia.

Fadjar melanjutkan, pemerintah telah menetapkan kebijakan ketat terhadap importasi babi hidup dan produk-produk daging babi, terutama dari negara-negara yang tertular ASF. Hal ini sejalan dengan perundang-undangan yang berlaku.

Sebabnya, virus ASF tahan hidup dalam daging babi yang telah diasap, diberi garam maupun makanan kurang matang. Karena itu, sisa daging babi dan bahan mengandung babi mudah menularkan penyakit ini.

“Apabila langkah-langkah tersebut kita bisa jalankan dengan benar, dan sistem surveilans terlaksana dengan tepat, maka saya optimistis populasi babi di Indonesia yang berjumlah 8 juta ekor lebih dapat kita lindungi dari ancaman ASF” pungkasnya.

Belum ada vaksin

National Technical Adviser dari FAO ECTAD Indonesia Andri Jatikusumah mengatakan, Indonesia perlu waspada ancaman penyakit ASF karena sampai saat ini belum ada vaksin dan pengobatannya.

Menurut Andri, satu-satunya cara mencegah penyebaran dan mengendalikan kasus apabila sudah terjadi adalah memusnahkan babi-babi tersebut.

Meski pun beberapa negara Eropa berhasil memberantas penyakit ini, namun sampai akhir Oktober 2018, sebaran penyakit ASF masih cukup banyak di dunia.

Berdasarkan kajian analisis risiko, Indonesia mesti mewaspadai kemungkinan masuknya ASF melalui pemasukan daging babi dan produk lainnya.

“Sisa-sisa katering transportasi internasional (laut dan udara), serta orang yang terkontaminasi virus ASF dan kemudian kontak dengan babi di Indonesia juga harus diwaspadai,” tambah Ketua Komisi Ahli Kesehatan Hewan Indonesia Tri Satya Putri Naipospos.

Sementara itu, Ida Bagus Ardana selaku pengurus Asosiasi Dokter Hewan Monogastrik Indonesia (ADHMI) dan juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Udayana menjelaskan, kemampuan deteksi dini penyakit hewan sangat diperlukan agar penyakit ASF segera tertangani dan tidak sampai menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.

Ardana menyampaikan, biosekuriti adalah strategi utama mencegah penyebaran ASF di peternakan-peternakan babi di Indonesia.

Senada dengan Ardana, Widya Asmara, pakar penyakit hewan dan guru besar FKH Universitas Gadjah Mada mengatakan, peternak dan petugas kesehatan hewan perlu memahami tanda-tanda klinis penyakit ASF.

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/01/170000326/pemerintah-indonesia-waspadai-penyebaran-penyakit-african-swine-fever

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke