Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kalau Mau Sejahtera, Jadi Petani...

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, ada sejumlah peluang yang harus dimanfaatkan ke depannya. Caranya, dengan pemanfaatan teknologi untuk mengubah pertanian tradisional menjadi pertanian modern.

"Tanpa teknologi mustahil kita bersaing dengan negara lain. Tanpa pertanian modern, tanpa bibit unggul, tanpa teknologi, tidak bisa bersaing," kata Amran di Jakarta, Senin (14/1/2019).

Amran mengatakan, transformasi pertanian tradisional ke modern bisa menekan biaya hingga 40 persen dan juga hemat waktu. Jika sebelumnya panen butuh 25 hari, bisa menjadi 3 jam. Proses menanam selama 20 hari, bisa jadi 3 jam.

"Biaya produksi turun, tapi produktivitas tinggi dan plant index jadi naik 2-3 kali per tahun," kata Amran.

Salah satu caranya adalah dengan membangunkan rawa tidur. Biasanya rawa tidak produktif di musim hujan karena terendam air. Nanun, Kementan ingin mengubahnya menjadi lahan gembur untuk ditanami meski musim hujan sekalipun.

Kementan menargetkan ada 10 juta hektar rawa yang dibangunkan kembali. Rencananya, tahun ini ada 500.000 hektar rawa yang dimodifikasi.

"Di sana kita cetak padi, bebek, ikan, ayam. Intinya kita produksi protein dan karbo. Karbo dari padi, proteinnya dari ikan sehingga petani kita sejatera dan kalau belanja ke pasar hanya beli pakaian," kata Amran.

Sebelumnya kata Amran, produksi tani di lahan rawa hanya 2 ton. Setelah uji coba dalam dua tahun terakhir dengan memodifikasi 41.000 hektar, ternyata produksinya berlipat menjadi enam ton. Dalam setahun petani bisa menanam dua kali di lahan tersebut.

"Sehingga petani bisa meningkat pendapatannya enam kali lipat," kata dia.

Selain itu, biaya pembuatan cetak sawah juga lebih murah. Sebelumnya untuk cetak sawah butuh Rp 16 juta. Sementara untuk cetak rawa hanya butuh Rp 5 juta.

Teknologi berikutnya yang akan dikembangkan adalah jagung. Diketahui, jagung masih menjadi salah satu masalah pertanian karena jumlahnya terbatas. Baru-baru ini juga pemerintah menambah stok impor jagung karena langka. Jika sebelumnya sudah ada teknologi jagung tongkol dua, berikutnya Kementan akan mengembangkan jagung tongkol tiga.

"Untuk tongkol tiga nanti produksinya bisa 20 ton," kata Amran.

Selain itu, untuk peternakan Kementan telah mengembangkan sapi jenis Belgian Blue yang beratnya mencapai 2 ton. Jauh dibandingkan dengan sapi lokal yang rata-rata hanya seberat 0,3 ton.

Mulanya Kementan ingin membeli langsung sapi itu dari Belanda, namun dianggap sapi itu tak cocok hidup di Indonesia. Akhirnya Kementan membeli sperma sapi seharga Rp 15 juta per tetes dan dikembangkan oleh Ditjen Peternakan.

Hingga kini, sudah ada 99 ekor sapi Belgia yang dipelihara. Amran mengatakan, di Jawa Timur, ada yang menawar sapi itu sehatga Rp 200 juta. Jika dipelihara 5 ekor, maka harganya mencapai Rp 1 miliar.

"Kalau 10 ekor saja Rp 2 miliar sudah setara dengan gaji menteri 10 tahun. Kesimpulannya, kalau mau sejahtera, jadi petani," kata Amran.

Di samping itu, Kementan juga mengembangkan populasi sapi dengan menginjeksi sperma ke sapi siap bunting. Dengan program tersebut, kata Amran, populasi sapi meningkat tajam. Setiap tahunnya ada 2 juta sapi baru yang lahir.

"Jadi begitu ketemu sapi yang belum hamil, bisa langsung di-inject," kata Amran.

https://ekonomi.kompas.com/read/2019/01/15/080800526/kalau-mau-sejahtera-jadi-petani-

Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke