Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Rem Blong Impor, Rapor Neraca Dagang "Merah"

Begitu kata-kata Presiden Joko Widodo saat berpidato dalam acara penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara (APN) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (30/11/2016) silam.

Kesedihan Presiden dua tahun lalu nampaknya kian menjadi-jadi bila melihat realisasi neraca perdagangan Indonesia pada 2018.

Padahal sejak awal tahun pemerintah mencoba untuk mengerem laju impor. Namun remnya blong.

Sepanjang 2018, laju impor jauh melebihi pertumbuhan ekspor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai impor sepanjang 2018 mencapai 188,6 miliar dollar AS.

Angka itu tumbuh 20,15 persen dibandingkan impor sepanjang 2017 yang hanya sebesar 156,9 miliar dollar AS.

Impor migas mencapai 29,8 miliar dollar sepanjang 2018, atau melonjak 22,6 persen dibandingkan 2017.

Penyumbang terbesar impor migas yakni impor hasil minyak yang mencapai 17,6 miliar dollar AS, naik 21 persen dibandingkan 2017. Salajutnya impor minyak mentah 9,2 miliar dollar AS, naik 29,7 persen.

Adapun impor gas mencapai 3 miliar dollar AS pada 2018, angka ini juga naik 12,5 persen dari 2017.

Sementara itu impor nonmigas mencapai 158,8 miliar dollar AS pada 2018, naik 19,7 persen dibanding 2017.

Lima barang yang menjadi penyumbang terbesar impor nomigas yakni besi dan baja, plastik dam barang dari plastik, kendaraan dan bagiannya, bahan kimia organik dan perhiasan atau permata.

Impor yang melonjak tinggi tak ditopang oleh kinerja ekspor. Pada 2018, nilai ekspor Indonesia hanya 180 miliar dollar AS, angka ini hanya tumbuh 6,65 persen dibandingkan 2017.

Penyumbang terbesar ekspor masih barang non migas sebesar 162,6 miliar dollar AS, atau naik 6,25 persen.

Lima barang yang menjadi penyumbang ekspor nonmigas yakni bahan bakat mineral (24,4 miliar dollar AS), lemak dan minyak hewan atau nabati (20,3 miliar dollar AS), kendaraan dan bagiannya (6,8 miliar dollar AS).

Salanjuthnya yaitu ekspor besi dan baja (5,7 miliar dollar AS) dan perhiasan atau permata (5,2 miliar dollar AS).

Sementara itu ekspor migas hanya menyumbang 17,4 miliar dollar AS, atau naik 10,5 persen dari 2017.

Hal ini mengakibatkan neraca dagang memperoleh report merah. BPS mencatat, defisit dagang RI mencapai 8,57 miliar dollar AS sepanjang 2018.

Angka ini anjlok dalam dari neraca dagang tahun sebelumnya. Pada 2017 lalu, neraca dagang Indonesia justru mengalami surplus 11,84 miliar dollar AS.

"Penyebab defisit 2018 lebih karena defisit migas 12,4 miliar dollar AS,"ujar Kepala BPS Suhariyanto, Jakarta, Selasa (15/1/2019).

"Sementara itu untuk non migas, kita masih surplus 3,84 milliar dollar AS," sambung dia.

Sebelum 2018, berdasarkan data yang dimiliki BPS, defisit neraca dagang Indonesia terjadi pada 1975 sebesar 391 juta dollar AS, pada 2012 sebesar 1,7 miliar dollar AS.

Selanjutnya, pada 2013 terjadi defisit neraca perdagangan sebesar 4,08 miliar dollar AS dan pada 2014 defisit mencapai 2,20 miliar dollar AS.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyadari masalah besar neraca 2018. Mengingat kontribusi ekspor nonmigas yang besar, maka hal inilah yang akan didorong ke depan.

Namun ia juga mengatakan, tak cukup banyak barang bisa Indonesia ekspor. Sementara komoditas ekspor unggulan seperti CPO justru melambat.

Disisi lain, melonjaknya impor tak melulu dinilai negatif. Darmin mengatakan, defisit neraca dagang akibat impor yang melonjak merupakan salah satu bukti bahwa ekonomi Indonesia menggeliat.

"Itu karena ekonomi jalan, kalau enggak jalan ya impor enggak akan segitu," kata dia.

https://ekonomi.kompas.com/read/2019/01/16/080600826/rem-blong-impor-rapor-neraca-dagang-merah-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke