Karena itu, penelitian pengaruh aplikasi pestisida berbahan aktif paraquat diklorida sudah dilakukan terhadap keamanan hayati, tanah, dan lingkungan.
Penelitian pada budidaya jagung oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), budidaya padi oleh Universitas Gajah Mada (UGM), dan budidaya kelapa sawit oleh Institut Pertanian Bogor (IPB). Sementara, pengaruh pada tanah, air dan tanaman oleh Balai Penelitian Lingkungan, Balai Besar Sumber Daya Lahan, Balitbang Kementan.
"Sebagai komitmen pemerintah Indonesia, dengan anggaran Rp 2 miliar Kementan telah melakukan kajian dampak penggunaan paraquat diklorida terhadap kesehatan dan lingkungan di Indonesia. Hal itu dilakukan di 9 provinsi, yakni Jatim, Jateng, Jabar, Kalsel, Lampung, Sumut, Riau, Sulsel, dan Sulbar," sebut Muhrizal.
Hasil kajian
Hasil kajian menunjukkan, aplikasi penggunaan paraquat diklorida pada budidaya jagung, padi, dan kelapa sawit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat fisika dan kimia tanah, jumlah spesies, indek dominansi dan keanekaragaman spesies arthopoda tanah, komunitas fungi, dan bakteri tanah.
Kemudian, hasil penelitian analisis residu juga menunjukkan hasilnya aman digunakan.
"Kajian ini akan disampaikan pada Kementerian lain anggota Komisi Pestisida. Kemudian akan dibuat jurnal penelitian supaya bisa diakses semua yang berkepentingan. Kementan juga sudah menyampaikan pada Kemenlu hasil pengkajian tersebut untuk dipersiapkan dalam COP Rotterdam," ujar Muhrizal.
Selain itu, perusahaan pestisida yang belum bergabung dalam asosiasi diminta bergabung dengan asosiasi yang sudah ada atau membentuk asosiasi sendiri.
"Pemerintah hanya akan berkomunikasi dengan asosiasi, bukan dengan masing-masing perusahaan," pungkasnya.
Kementan Atur Perizinan, Peredaran, dan Pemanfaatan Pestisida Terbatas
Karena itu, penelitian pengaruh aplikasi pestisida berbahan aktif paraquat diklorida sudah dilakukan terhadap keamanan hayati, tanah, dan lingkungan.
Penelitian pada budidaya jagung oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), budidaya padi oleh Universitas Gajah Mada (UGM), dan budidaya kelapa sawit oleh Institut Pertanian Bogor (IPB). Sementara, pengaruh pada tanah, air dan tanaman oleh Balai Penelitian Lingkungan, Balai Besar Sumber Daya Lahan, Balitbang Kementan.
"Sebagai komitmen pemerintah Indonesia, dengan anggaran Rp 2 miliar Kementan telah melakukan kajian dampak penggunaan paraquat diklorida terhadap kesehatan dan lingkungan di Indonesia. Hal itu dilakukan di 9 provinsi, yakni Jatim, Jateng, Jabar, Kalsel, Lampung, Sumut, Riau, Sulsel, dan Sulbar," sebut Muhrizal.
Hasil kajian
Hasil kajian menunjukkan, aplikasi penggunaan paraquat diklorida pada budidaya jagung, padi, dan kelapa sawit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat fisika dan kimia tanah, jumlah spesies, indek dominansi dan keanekaragaman spesies arthopoda tanah, komunitas fungi, dan bakteri tanah.
Kemudian, hasil penelitian analisis residu juga menunjukkan hasilnya aman digunakan.
"Kajian ini akan disampaikan pada Kementerian lain anggota Komisi Pestisida. Kemudian akan dibuat jurnal penelitian supaya bisa diakses semua yang berkepentingan. Kementan juga sudah menyampaikan pada Kemenlu hasil pengkajian tersebut untuk dipersiapkan dalam COP Rotterdam," ujar Muhrizal.
Selain itu, perusahaan pestisida yang belum bergabung dalam asosiasi diminta bergabung dengan asosiasi yang sudah ada atau membentuk asosiasi sendiri.
"Pemerintah hanya akan berkomunikasi dengan asosiasi, bukan dengan masing-masing perusahaan," pungkasnya.