Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Short Selling" di Tengah Aksi Spekulan

Kompas.com - 24/09/2008, 09:43 WIB
Kondisi bursa global yang tidak menentu mendorong otoritas sejumlah negara melarang transaksi short selling. Model transaksi saham yang sarat spekulasi itu dikhawatirkan bakal menekan indeks lebih dalam lagi. Runtuhnya sejumlah bursa global pada masa silam tidak terlepas dari aksi pelaku short selling.

Short selling atau penjualan kosong adalah aksi menjual sekuritas atau kontrak futures komoditas yang tidak dimiliki penjualnya.

”The Wall Street Crash” yang terjadi di Amerika Serikat tahun 1929 merupakan salah satu kehancuran bursa paling dahsyat dalam sejarah pasar modal dunia. Kehancuran itu berawal dari eforia warga AS berinvestasi besar-besaran di pasar saham.

Eforia itu menjadi-jadi ketika para pialang meminjamkan dana kepada investor untuk membeli saham, atau dalam istilah pasar modal dikenal dengan margin trading. Di sisi lain, para analis dan spekulan memuji-muji saham tertentu walaupun sebenarnya saham itu sampah.

Uang yang masuk ke pasar modal AS secara bertubi-tubi mengangkat harga saham menjadi terlalu tinggi, melebihi pertumbuhan fundamental emiten saham itu sendiri. Selanjutnya, yang terjadi adalah gelembung ekonomi (economic bubble). Ibarat balon yang terus ditiup, bursa AS akhirnya ”meletus”. Investor yang baru meraih keuntungan besar dari pasar yang sedang bergairah tiba-tiba harus mempersiapkan diri untuk jatuh miskin.

Setelah mencapai puncaknya pada 3 September 1929 di level 391,17 poin, Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) kemudian terkoreksi selama sebulan hingga turun 17 persen. Kamis, 24 Oktober 1929, investor kembali berlomba melepas sahamnya secara massal. Peristiwa yang dikenal dengan ”Black Thursday” atau ”Kamis Kelabu” itu mengakibatkan Dow Jones kembali jatuh, sebesar 13 persen.

Selanjutnya, pada Selasa 29 Oktober 1929, harga saham kembali anjlok 12 persen. Peristiwa ini dikenang dengan sebutan ”Black Tuesday” atau ”Selasa Kelabu”. Total kerugian investor AS di tahun 1929 mencapai 30 miliar dollar AS. Angka itu jauh melebihi biaya yang dikeluarkan AS untuk Perang Dunia II. Runtuhnya Wall Street dianggap sebagai gejala, bahkan penyebab, Great Depression AS tahun 1929-1938.

Spekulan

Runtuhnya Wall Street tahun 1929 tidak terlepas dari transaksi short selling yang dilakukan para spekulan. Mereka memanfaatkan situasi menjelang jatuhnya indeks Dow Jones dengan menjual saham yang tidak mereka miliki, melainkan yang dipinjam dari pialang.

Para spekulan kemudian dengan gencar mengembuskan isu-isu negatif untuk menekan investor melepas sahamnya secara massal. Setelah harganya anjlok, mereka membeli saham itu dan selanjutnya dikembalikan kepada pialang. Mereka mengambil selisih dari harga jual-beli saham sebagai keuntungan.

Aksi short selling juga punya andil besar dalam peristiwa ”Black Monday”, Senin, 19 Oktober 1987, saat indeks Dow melorot hingga 22 persen dalam waktu sehari. Juga saat krisis dotcom tahun 2000-2002, yang merontokkan indeks Nasdaq hingga 78 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com