Menyusul buruknya kondisi bursa global belakangan ini, short selling kembali menjadi sorotan. Bulan Juli, otoritas pasar modal AS, Securities and Exchange Commission, melarang praktik short selling atas 799 saham sektor finansial negara itu. Anjloknya harga saham Lehman Brothers sebesar 95 persen, saham Fannie Mae dan Freddie Mac sebesar 80 persen, dan saham-saham lembaga keuangan besar lainnya di AS ditengarai dipicu oleh aksi seperti ini, selain akibat dari krisis subprime mortgage.
Larangan terhadap transaksi short selling juga diikuti oleh otoritas bursa lainnya, seperti Inggris, Jerman, dan Irlandia.
Sasaran spekulasi
Di Indonesia, sampai Selasa (23/9), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan belum mengambil sikap terhadap aksi short selling.
Pengamat pasar modal, Yanuar Rizky, menilai otoritas pasar modal Indonesia terlalu lamban menyikapi situasi yang sedang melanda bursa global. Menurut Yanuar, setelah short selling dilarang di AS dan sejumlah negara lainnya, para spekulan dan hedge fund dari berbagai negara, khususnya AS, mencari tempat baru untuk dijadikan sasaran spekulasi.
Sangat besar kemungkinan, kata Yanuar, Bursa Efek Indonesia menjadi target karena penegakan peraturan short selling di Indonesia masih sangat lemah.
Berdasarkan penelusuran Yanuar, semua transaksi short selling yang terjadi di BEI selama ini nyata-nyata melanggar peraturan Bapepam. Contoh yang paling mudah adalah tidak satu pun transaksi short selling di BEI yang diberi tanda ”short”. Padahal, dalam peraturan Nomor V.D.6, Bapepam mewajibkan perusahaan efek memberi tanda ”short” pada saat pelaksanaan order jual di sistem perdagangan BEI.
Contoh lain, Bapepam mewajibkan baik nasabah maupun perusahaan efek yang melakukan short selling membuka rekening terpisah dan memberikan jaminan awal. Namun, dalam data rekening efek Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) tidak terdapat data rekening jaminan tersebut. ”Makanya, beberapa kali terjadi gagal bayar akibat transaksi short,” kata Yanuar.
Short selling sebagai salah satu teknik perdagangan saham tetap dibutuhkan untuk mendorong bursa menjadi lebih atraktif sehingga likuiditas pasar meningkat. Short selling juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan hedging (lindung nilai) terhadap potensi penurunan harga saham.
Namun, ketika otoritas pasar modal tidak mampu membatasi ruang spekulasi dari transaksi short selling, yang terjadi adalah pasar menjadi sangat liar. Peluang melakukan manipulasi, penyesatan informasi, dan mendikte pasar jadi sangat besar.
Ujung-ujungnya, yang dirugikan adalah investor lokal, khususnya investor kecil yang tak mengerti apa-apa, tetapi terjebak dalam permainan pelaku short selling.