Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wayan Mertha, Memadukan Bisnis dan Penghijauan

Kompas.com - 18/11/2008, 12:45 WIB

Awalnya, I Wayan Mertha tidak berpikir muluk-muluk saat menanam berbagai jenis bibit pohon di antara tanaman kakaonya di Desa Balinggi, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, sekitar 120 kilometer arah timur Palu, pada tahun 2000.

Tanaman kakao harus dilindungi dengan tanaman lebih besar dan rimbun demi mendapatkan buah-buah yang bagus,” cerita Wayan Mertha mengenai pemikiran sederhananya waktu itu.

Selain itu, ia juga berharap, tanaman pelindung tersebut suatu saat bisa dipanen dan menghasilkan uang. Di sisi lain, untuk lingkungan sekitarnya, tanaman pelindung juga dapat berfungsi menguatkan tanah dan menyerap air.

Maka, Wayan Mertha pun menanam berbagai jenis tanaman berakar kuat, berdaun rimbun, dan berbatang besar di antara tanaman kakao. Bibitnya dia pungut di hutan sekitar kebunnya. Pembibitan dia lakukan sendiri hingga menjadi anakan pohon siap tanam.

”Saat itu, banyak yang mencemooh dan menertawakan apa yang saya lakukan. Kata mereka, ngapain tanam pohon, enggak ada untungnya, enggak bisa jadi uang. Lagi pula, orang-orang pada menebang pohon, saya malah menanam pohon,” tutur Wayan Mertha.

Dicemooh, dia bergeming. Dengan tekun, ia terus menanam bibit pohon, seperti meranti, palupi, nantu, dan durian. Khusus pohon durian, Wayan tidak menanam untuk mengambil buahnya, tetapi lebih memanfaatkan batang kayunya.

Suami Ni Wayan Aryani ini tak peduli bahwa penanaman pohon itu mengakibatkan tanaman kakao miliknya jadi tak sebanyak di kebun orang lain yang memenuhi kebunnya hanya dengan tanaman kakao. Namun, kebun sekaligus hutan kecil Wayan Mertha itu terus bertambah sedikit demi sedikit karena ia membeli lahan terbengkalai di sekitar kebunnya. Luas kebunnya pun mencapai 17 hektar.

Ketekunan Wayan kemudian mulai membuka mata warga sekitarnya, terutama para pemilik kebun. Sebab, pohon kakao di kebun Wayan ternyata tumbuh lebih subur dan berbuah lebih bagus dibandingkan kakao di kebun milik petani lainnya. Selain itu, tanah di kebunnya juga menjadi lebih subur. Sumber airnya pun tak pernah kering pada musim kemarau sekalipun.

”Warga lain lalu mulai ikut menanam pohon di antara tanaman kakaonya, atau menebang tanaman kakao yang sudah tua dan menggantinya dengan tanaman pohon. Bibitnya mereka ambil gratis dari saya. Memang, hampir sepanjang waktu saya terus melakukan pembibitan dan memberikan kepada siapa saja yang mau,” katanya.

Industri kayu

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com