Haryo Damardono
KOMPAS.com - ”F**k Bridges, We Want Ferries!”, judul artikel di situs majalah Renegade itu sangat ”menyengat”, di tengah euforia peresmian Jembatan Suramadu, Rabu (10/6), oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sudah tepatkah keputusan membangun jembatan, khususnya yang berbentang panjang?
Alhasil, di banyak kota dibangun lagi jembatan. Tak membangun alternatif penyeberangan atau zona lain untuk menekan pergerakan orang.
Contohnya di Pontianak, tahun 2007 diresmikan Jembatan Kapuas II untuk ”melengangkan” Jembatan Kapuas I. Palembang, walau punya Jembatan Ampera dan Musi II, merencanakan Jembatan Musi III.
Sementara itu, Pemkot Samarinda melobi Departemen Pekerjaan Umum untuk membangun jembatan ketiga, Mahkota II.
Sentimentil
Tepatkah pembangunan jembatan itu? Teringat film Intersection (1994). Saat Vincent Eastman (Richard Gere) dan Olivia (Lolita D) naik feri di Vancouver, Kanada, ke tempat kerja. Ada kesan sentimentil di sana.
Kesan itu diangkat pemuja feri di internet, ”pagi selalu indah di feri. Warga ngobrol saat di feri. Sore hari, terlihat matahari terbenam. Sangat indah”.
Mustahil komuter menikmati sunset saat mengemudi di jembatan. Dan di atas feri, tulis komuter lain, ”sering ada live music. Rileks seusai kerja”.