Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aplikasi "Nyeleneh" Ilmu Ekonomi

Kompas.com - 13/12/2009, 07:50 WIB

Levitt memang bukan profesor ekonomi biasa. Alih-alih berbicara tentang inflasi, neraca perdagangan, atau nilai tukar, ia malah membahas aplikasi konsep ekonomi dalam aborsi atau kencan melalui internet. Bermodalkan pertanyaan riset yang nyeleneh (freakish) dan setumpuk data statistik, Levitt menjungkirbalikkan keyakinan kita akan hal-hal yang selama ini dianggap benar (conventional wisdom).

Cara pandang Levitt berangkat dari teori semua tindakan manusia semata-mata merupakan respons dari insentif yang diterimanya. Maka, Levitt berkeyakinan, akar dari ilmu ekonomi adalah studi tentang insentif dan bagaimana insentif tersebut memengaruhi perilaku manusia.

Hanya saja, Levitt tidak membatasi aplikasi ”ekonomi” pada aksi jual atau beli saja, tetapi juga meluas hingga perkawinan, pengasuhan anak, bahkan pembunuhan. Inilah rahasia kesuksesan Freakonomics: menggunakan konsep ekonomi untuk menjelaskan peristiwa sehari-hari, bahkan peristiwa yang sepertinya tidak berhubungan sama sekali dengan ilmu ekonomi.

Sekuel super

SuperFreakonomics ditulis dengan formula lebih kurang sama. Levitt dan Dubner mengajak kita melihat berbagai hal remeh-temeh dengan kacamata ilmu ekonomi. Hasilnya? Mereka kembali menjungkirbalikkan berbagai conventional wisdom. Kursi mobil khusus anak balita ternyata tidak lebih aman daripada sabuk pengaman. Teroris bukanlah orang bodoh dan miskin. Menyetir dalam keadaan mabuk tidak lebih berbahaya daripada orang mabuk yang berjalan kaki. Yang paling kontroversial, ternyata dunia tidak sedang memanas. Global warming is a misleading concept!

Bila Freakonomics mengupas tuntas bisnis narkoba, dalam sekuel ini Levitt dan Dubner menyediakan satu bab khusus untuk membahas bisnis prostitusi.

Analisis mereka, penghasilan tahunan seorang pekerja seks komersial (PSK) pada 2009 hanyalah seperlima dari yang diterima pada 1910 (setelah dikonversi ke harga sekarang). Penyebabnya bukan turunnya permintaan karena tingkat libido kaum pria tetap stabil dalam satu abad terakhir. Anda mungkin juga tertarik mengetahui bagaimana PSK menerapkan strategi diskriminasi harga dan potongan harga.

Yang mungkin terasa berbeda pada buku ini adalah berkurangnya bahan tulisan yang berasal dari penelitian Levitt sendiri yang umumnya berciri analisis data kuantitatif. Buku ini banyak menggunakan penelitian orang lain sebagai sumber cerita dan cenderung lebih kualitatif. Akibatnya, pembaca akan merasa tumpang tindih dengan buku-buku karya Malcolm Gladwell, seperti Blink dan Outliers yang mengambil tema perilaku sosial.

Dalam buku ini, Levitt dan Dubner bahkan secara terbuka mengakui, mereka terpaksa membatalkan satu bab karena pesan yang ingin disampaikan sama persis dengan buku Outliers karangan Malcolm Gladwell.

Di luar itu, buku ini lebih berani merambah isu kontroversial, seperti pemanasan global yang kebenarannya masih diperdebatkan dan berada jauh di luar keahlian Levitt. Hal itu menjadi diskusi hangat di blog-blog aktivis lingkungan, bahkan sebelum buku ini terbit.

Apakah buku ini memang lebih ”super” daripada buku sebelumnya seperti diklaim judulnya hanya dapat dijawab subyektif. Yang pasti, sangat sulit mengulangi kesuksesan Freakonomics yang begitu fenomenal. Sejak buku pertama terbit, ekspektasi publik sangat tinggi dan lebih sulit dipuaskan.

Terlepas dari kritik dan kekecewaan yang mungkin muncul, buku ini tetap menarik karena mengajak kita (sekali lagi) mengaplikasikan ilmu ekonomi di sana-sini secara nyeleneh. Seperti sangkalan yang pernah ditulis di Freakonomics, membaca buku ini tidak akan menjadikan Anda lebih kaya atau lebih bahagia. Justru bisa jadi Anda bingung karena apa yang selama ini Anda yakini sebagai kebenaran ternyata keliru.

Satu hal yang pasti, setelah membaca buku ini, Anda akan menjadi lebih skeptis dan banyak mempertanyakan hal-hal di sekeliling. Beberapa di antara Anda mungkin juga tiba-tiba ingin mengganti nama karena seseorang dengan nama keluarga berawalan huruf A memiliki kemungkinan paling besar menjadi ilmuwan terkemuka, bahkan memenangi penghargaan Nobel!  (Nurkholisoh Ibnu Aman Peneliti Ekonomi di Bank Indonesia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com