Hatta menegaskan, Indonesia memiliki stok gas yang berlimpah, salah satunya kemungkinan akan terjadi kelebihan pasokan (oversupplied) dari Blok Mahakam. Masalahnya, Indonesia tidak punya infrastruktur yang bisa mendistribusikan gas-gas tersebut ke daerah-daerah yang membutuhkan gas paling tinggi. Kebijakan sebelumnya terlambat mengantisipasi tingginya permintaan gas di dalam negeri.
”Dari neraca gas menunjukkan bahwa stok itu berlimpah. Yang terpenting adalah pembangunan floating LNG receiving terminal (terminal penampung dan pengolah gas terapung),” ujarnya.
Floating LNG
Hatta mengatakan, beberapa faktor akan dijadikan pemerintah sebagai dasar dari pengambilan keputusan pemanfaatan gas Donggi-Senoro, antara lain pembangunan pabrik pupuk di Senoro. Keberadaan pabrik pupuk ini menjadi salah satu dasar bahwa gas yang dihasilkan dari Donggi-Senoro akan digunakan untuk konsumsi dalam negeri.
”Pabrik pupuk ini usulan bottom up (dari daerah). Dengan adanya pabrik ini, kebijakan penggunaan gas Donggi-Senoro yang dikombinasikan antara ekspor dan dalam negeri adalah penting, tuturnya.
Pabrik pupuk di Senoro merupakan salah satu program yang ditetapkan pemerintah dalam revitalisasi industri pupuk tahap kedua. Kapasitas pabrik ini diperkirakan 1,155 juta ton per tahun. Pabrik ini butuh 91 juta kaki kubik gas per hari.