Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jutawan dari Kerajinan Sampah Pantai

Kompas.com - 27/09/2010, 10:04 WIB

Setiap bulan ia mampu mengumpulkan sedikitnya satu truk setoran sampah pantai. Ia hanya menerima setoran ranting-ranting kayu. Selanjutnya, Sutamaya menyortir ranting-ranting itu dari yang kecil hingga besar atau kebetulan menemukan ranting berbentuk, lalu dicuci bersih dan dijemur. Setelah benar-benar kering, sampah ranting ini siap untuk dirakit.

Bagi Sutamaya, untuk merakit hiasan dinding berbentuk ikan berukuran panjang sekitar 40 cm dan lebar 20 cm, ia hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari dua jam. Ia sudah semakin terbiasa. ”Ya, seni itu kan menggunakan rasa dan estetika. Jadi, perasaan itu terlibat banyak demi keindahan,” tuturnya.

Sekarang ini ia memiliki 80 pekerja yang khusus mencari dan memunguti sampah kayu di semua pantai Bali. Ia pun tidak sungkan mencari bahan sampai ke pantai-pantai di Pulau Jawa.

Pekerja yang membantunya menyusun kayu hingga berbentuk berjumlah sekitar 40 orang. ”Saya mempekerjakan warga desa di Singaraja. Biar mereka tidak silau bekerja di perkotaan saja. Soal hasil finalnya, tetap saya yang mengerjakannya,” katanya.

Kerajinan tangannya itu ada yang berbentuk ikan atau hiasan meja berbentuk kuda, bebek, atau hiasan untuk lampu meja. Ia pun membuat kerajinan tangan berbentuk sapi, kuda, atau jerapah berukuran sama dengan aslinya. Replika binatang dari ranting-ranting untuk dekorasi luar ruangan itu harganya mulai Rp 6 juta.

Ia mengaku tak masalah jika karyanya ini mulai banyak ditiru, tetapi konsumennya tetap bisa membedakan mana buatannya. Karena itu, menjadi tantangan bagi dirinya agar terus berkembang setiap hari dengan model dan gaya yang terus baru. Namun, ia menggelengkan kepalanya ketika pembicaraan menyinggung pengurusan hak kekayaan intelektual (HKI).

”Ah, sudahlah. Saya tidak perlu lagi mendaftarkan semua karya saya. Saya juga tidak bisa menuntut apa pun ketika karya orang lain mirip itu. Kemiripan itu bisa saja diartikan ada yang berbeda. Kita tidak bisa menuntut apa pun meski ide dasarnya sama. Jadi rugi, sudah membayar mahal karena semua karya harus didaftar,” ujar Sutamaya.

Jauh sebelum menjadi jutawan dan dianggap orang yang menemukan dan menjual ide dengan memanfaatkan sampah ranting kayu dari pantai, ia hanyalah karyawan sebuah galeri di Ubud. Perantauannya menjadi karyawan dari Singaraja ke Ubud yang berjarak sekitar 100 kilometer itu tak bertahan lama. Ia pun mencoba membuka galeri sendiri. Karena sewanya makin mahal, sekitar tahun 2000, Sutamaya pun pindah ke Badung.

Menurut dia, lokasi yang ditinggalinya sekarang ini sudah jadi miliknya dan lebih strategis. ”Buktinya, saya mendapatkan ide merakit ranting ini setelah berada di sini. Saya bersyukur sekali kepada Tuhan,” ujarnya.

Ia pun sudah masuk menjadi anggota Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo) Bali. Selain itu, Sutamaya yang selalu dibantu dan didukung oleh istri dan keluarganya itu juga bangga bisa membawa nama Bali di pameran Pekan Raya Jakarta (PRJ) mulai tahun 2004 setiap tahun hingga sekarang.

Hingga kini ia terus konsisten menjaga alam. Ia terus memanfaatkan sampah yang setiap hari mengotori pantai. Ia juga berharap apa yang dilakukannya ini dapat dicontoh anak-anaknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com