Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatasan BBM, "Pemaksaan" terhadap Rakyat

Kompas.com - 08/12/2010, 11:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana pemerintah menerapkan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai Januari 2011 dinilai sebagai aksi pemaksaan terhadap rakyat. Langkah ini sama saja dengan menaikkan harga BBM di Indonesia.

Pernyataan itu dilontarkan oleh anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar, Satya W Yudha, kepada Kompas.com, Rabu (8/12/2010). "Jadi, kalau memaksa mobil pribadi yang paling besar konsumsinya, sama saja menaikkan harga BBM sampai 50 persen dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.900 per liternya," ujarnya.

Menurut Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), sebanyak 53 persen konsumsi premium disedot oleh mobil pribadi pelat hitam. Sisanya, sepeda motor 40 persen, angkutan barang 4 persen, dan angkutan umum 3 persen.

Satya menambahkan, jika pembatasan dilakukan, maka sudah dipastikan berbagai gangguan ekonomi mencuat. "Kenaikan harga barang pasti terjadi. Inflasi meningkat tajam, suku bunga naik, dan pertumbuhan ekonomi tak bakal tercapai. Ujung-ujungnya, rakyat juga yang terbebani," paparnya.

Pengamat energi, Kurtubi, berkomentar kepada Kompas.com, kebijakan ini membahayakan penguatan daya tahan energi nasional karena akan sangat tergantung pada pasokan impor. Selain itu, hal tersebut juga bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Pada pasal 28 ayat (2) dan (3) disebutkan bahwa penentuan harga bahan bakar minyak dan harga gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar (pasar). Namun, MK memutuskan, UU ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Namun, pemerintah berpijak pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas yang mengubah Pasal 72 yang berkaitan dengan harga BBM dan Gas Bumi.

"Kebijakan ini (pembatasan BBM) bukan sesuatu yang solutif karena menggantikan minyak dengan bukan energi alternatif lainnya. Lagi pula, kebijakannya tak ada dasar hukumnya," ucap Kurtubi.

Jika memang tetap dipaksakan, lanjutnya, maka harus ada unit kontrol. Pasalnya, bisa saja kendaraan pelat kuning dan motor yang baru keluar SPBU langsung menjualnya lagi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

    Pihak Minimarket Diminta Ikut Tanggung Jawab Keamanan Parkir, Asosiasi: Kami Sudah Pasang CCTV dan Beri Peringatan

    Whats New
    Pasar Kripto 'Sideways', Simak Tips 'Trading' untuk Pemula

    Pasar Kripto "Sideways", Simak Tips "Trading" untuk Pemula

    Earn Smart
    Sederet Langkah Kemenhub Pasca Kasus Kekerasan di STIP Jakarta

    Sederet Langkah Kemenhub Pasca Kasus Kekerasan di STIP Jakarta

    Whats New
    Harga Emas Terbaru 10 Mei 2024 di Pegadaian

    Harga Emas Terbaru 10 Mei 2024 di Pegadaian

    Spend Smart
    Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Jumat 10 Mei 2024

    Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Jumat 10 Mei 2024

    Spend Smart
    Gandeng BUMDes, Anak Usaha SMGR Kembangkan Program Pengelolaan Sampah

    Gandeng BUMDes, Anak Usaha SMGR Kembangkan Program Pengelolaan Sampah

    Whats New
    Daftar 27 Bandara Baru yang Dibangun Selama Pemerintahan Presiden Jokowi

    Daftar 27 Bandara Baru yang Dibangun Selama Pemerintahan Presiden Jokowi

    Whats New
    Harga Bahan Pokok Jumat 10 Mei 2024, Harga Ikan Kembung Naik

    Harga Bahan Pokok Jumat 10 Mei 2024, Harga Ikan Kembung Naik

    Whats New
    Ini Program Pertagas yang Dinilai Dapat Menggerakkan Perekonomian Masyarakat Desa

    Ini Program Pertagas yang Dinilai Dapat Menggerakkan Perekonomian Masyarakat Desa

    Whats New
    Kenaikan BI Rate Jadi 6,25 Persen Tidak Perlu Dikhawatirkan

    Kenaikan BI Rate Jadi 6,25 Persen Tidak Perlu Dikhawatirkan

    Whats New
    6 Instrumen Keuangan yang Cocok untuk Membangun Dana Darurat

    6 Instrumen Keuangan yang Cocok untuk Membangun Dana Darurat

    Spend Smart
    Gelar RUPST, PT Timah Umumkan Susunan Direksi Baru

    Gelar RUPST, PT Timah Umumkan Susunan Direksi Baru

    Whats New
    [POPULER MONEY] Usai Tutup Pabrik, Bata Akan Lakukan Usaha Ini | Temuan Ombudsman soal Dana Nasabah di BTN Raib

    [POPULER MONEY] Usai Tutup Pabrik, Bata Akan Lakukan Usaha Ini | Temuan Ombudsman soal Dana Nasabah di BTN Raib

    Whats New
    OJK Sesuaikan Pengawasan Perbankan dengan Kebijakan Global

    OJK Sesuaikan Pengawasan Perbankan dengan Kebijakan Global

    Whats New
    Data Klaim Pengangguran AS Disambut Positif Investor, Wall Street Menghijau

    Data Klaim Pengangguran AS Disambut Positif Investor, Wall Street Menghijau

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com