Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Triyono, Juragan Agribisnis Beromzet Miliaran

Kompas.com - 25/01/2011, 11:35 WIB

Kualitas ternak-ternak milik Triyono yang dibudidayakan di peternakan seluas 1 hektar tersebut terbilang unggul ketimbang ternak milik pelaku usaha lain. Meski begitu, bukan berarti Triyono boros dalam membudidayakan semua hewan ternaknya, justru sebaliknya. Tapi, "Bukan berarti saya irit memberi makanan ternak, tapi saya memberi makanan ternak secukupnya," ujar pria 29 tahun ini.

Hewan ternak yang diberi makan sesuai dengan asupannya dan tepat waktu lebih sehat dibandingkan dengan hewan ternak yang terus-terusan diberi makan. "Kami selalu memberi pakan tanpa campuran bahan kimia, hanya yang ada di lahan kamilah yang dimakan ternak, misalnya, rumput hijau," kata Triyono.

Cara ini tentu saja dapat menekan biaya operasional. Triyono juga memanfaatkan aneka bumbu dapur, seperti kunyit, jahe, dan lengkuas untuk mengobati ternak-ternaknya yang sakit akibat faktor perubahan cuaca. "Kalau ternak tak nafsu makan, tinggal diberi daun pepaya yang telah ditumbuk halus," imbuh dia.

Memanfaatkan pakan yang bersumber langsung dari alam tanpa campuran bahan kimia, Triyono mengatakan, juga akan menghasilkan sapi, ayam, dan bebek yang sehat dan bebas dari penyakit. Jadi, manajemen pakan, menurut Triyono, adalah 70 persen kunci dari keberhasilannya.

Namun, pola peternakan yang layak ditiru dari Triyono tak cuma sekadar soal memelihara, membesarkan, dan menjual hewan ternak, tetapi juga mengenai pengolahan limbah ternak.

Triyono—yang kerap memberikan penyuluhan kepada mahasiswa dari pelbagai perguruan tinggi, seperti Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret Surakarta—memanfaatkan kotoran hewan ternaknya menjadi pupuk kompos, kemudian dijual ke pasar seharga Rp 350 per kilogram.

Dalam sebulan, Triyono dapat mengolah 15 ton kotoran ternak yang disulap menjadi pupuk. Pria yang sempat mengenyam pendidikan di sekolah luar biasa (SLB) selama setahun saat usia delapan tahun ini mengatakan, ide mengolah limbah peternakan muncul ketika ia melihat kotoran ternak yang makin menggunung di sekitar lahan peternakannya.

Untuk menjadi pupuk, Triyono mencampur kotoran ternak dengan tanah dan serbuk jerami. Pengerjaannya secara manual. Setelah semua bahan tercampur secara merata, kemudian dibungkus dengan plastik dan siap dijual ke pasar.

Meski usaha agribisnis seperti peternakan telah mengantarkan sebagian orang bergelimang harta, toh sektor ini belum menjadi pilihan kalangan anak muda. Selain masih dinilai terlalu kolot dan hanya cocok untuk orang tua dan masyarakat pedesaan, agribisnis khususnya peternakan dianggap tidak bergengsi.

Apalagi, Triyono mengatakan, memulai usaha di bidang agribisnis harus memiliki modal yang besar. Inilah yang membuat para peternak lebih terlihat sebagai pemasok yang hanya mengejar keuntungan semata.

Padahal, menurut Triyono, kalau usaha ini dikelola dengan baik, niscaya beternak bisa setara dengan usaha-usaha bergengsi lainnya, seperti kuliner, industri kreatif, atau jasa. (Mona Tobing/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com