Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lawe Lurik Kian Dilirik

Kompas.com - 21/02/2011, 08:48 WIB

Proses produksi Lawe digawangi 11 orang—yang semuanya perempuan—di bengkel kerja Lawe di kawasan Bugisan, Yogyakarta. Ada yang menangani pemasaran, mencari ide, menjahit contoh produk, dan menjahit produk. Semua buatan tangan.

Desain produk, menurut Adinindyah yang lulusan arsitektur Universitas Gadjah Mada, didapat dari internet dan buku-buku desain. Akan tetapi, semua orang yang terlibat di dalam Lawe boleh mengusulkan ide. Ide itu dibahas bersama, bahkan dibuat contohnya untuk dilihat kelayakan jual dan produksinya.

”Seru. Misalnya, ada ide yang menarik. Ternyata setelah dituangkan, rumit sekali. Atau, setelah ada contohnya, kita bahas, kira-kira orang mau beli atau tidak? Ternyata tidak, ya sudah, tidak jadi diproduksi,” ujar Adinindyah sambil tertawa.

Fitriana Werdiningsih, Manajer Unit Bisnis Lawe, menimpali, tak adanya batasan aliran tertentu dalam desain produk justru membuat ide-ide kreatif terus bermunculan. Ide-ide yang kadang ”liar” itu dituangkan dalam acara-acara tertentu. Kadang sukses, kadang gagal.

Saat ini, produk Lawe yang paling diminati adalah tas dan pernak- pernik. Potensi baju juga besar. Namun, Adinindyah mengaku belum sanggup memproduksi baju dalam jumlah besar.

Selain di galeri, produk Lawe dapat dilihat pada situs www.housesoflawe.com. Dalam situs itu di antaranya terpampang tas selena seharga Rp 165.000, dompet Rp 55.000, dan tas belanja seharga Rp 70.000.

Kini, omzet Lawe rata-rata Rp 50 juta per bulan. Pembelinya tak melulu dari Indonesia, ada juga dari Australia dan Belgia. Usaha meningkatkan penjualan dilakukan dengan giat mengikuti pameran. Lawe pun sempat mendapat pinjaman dari PT Jamsostek sebagai mitra binaan, tahun 2009. Pinjaman untuk modal itu lunas dalam tiga tahun.

Dengan terus berkembangnya produk, tentu kebutuhan bahan baku semakin besar. Lawe kini tak hanya mengambil kain tenun dari wilayah Bantul, tetapi juga menjalin kerja sama dengan perajin tenun dari Moyudan (Sleman), Nanggulan (Kulon Progo), dan Klaten.

Kembali pada tujuan konservasi tenun Indonesia, Lawe tak hendak maju sendiri. Lawe mulai menggandeng tangan kelompok dari daerah lain agar bersama menjaga kelestarian dan memajukan tenun tradisional sekaligus meraup benefit. Mereka menyebut diri sisterhood atau persaudaraan.

Sejak tahun 2009 hingga kini, tercatat enam saudara terjalin. Mereka berasal dari Sumba Barat, Bali, Pontianak, Pekanbaru, Sumatera Utara, dan satu rekan yang memproduksi baju berbahan lurik dan batik.

Perjuangan Lawe untuk mengembangkan lurik tampaknya tidak sia-sia. Meski bintangnya belum seterang batik, lurik kini kian dilirik.

(Dewi Indriastuti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com