Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melacak Jejak Pengikut Diponegoro

Kompas.com - 02/05/2011, 02:49 WIB

Jaton merupakan akronim dari (etnis) Jawa-Tondano, sebuah etnis percampuran antara suku Jawa pengikut Pangeran Diponegoro dengan perempuan Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Mereka tersebar di wilayah Sulawesi Utara hingga Gorontalo. Melalui sebuah festival budaya, jalinan persaudaraan keturunan Jawa-Tondano dijalin kembali.

Munculnya istilah Jaton berawal saat Pangeran Diponegoro dibuang penjajah Belanda ke Minahasa tahun 1830. Bersama pengikutnya yang dipimpin Kyai Modjo, mereka beberapa kali pindah tempat pengasingan. Tak lama kemudian, Pangeran Diponegoro dipindah ke Ujung Pandang (Makassar) sampai akhir hayatnya pada tahun 1855.

Tersisalah Kyai Modjo dan 63 pengikutnya yang semuanya laki-laki. Setelah beberapa kali berpindah tempat pengasingan, Kyai Modjo menetap di tepian Danau Tondano. Para pengikut Kyai Modjo akhirnya menikahi perempuan asli Tondano hingga beranak-pinak. Dari situlah muncul istilah Jaton dan Kampung Jaton. Kyai Modjo wafat pada tahun 1849 dan dimakamkan di Kampung Jaton.

Menurut tokoh adat Jaton di Gorontalo, Mohammad Kyai Wonopatih (58), setelah perkampungan Jaton di Tondano penuh, sebanyak 62 keluarga di bawah pimpinan Abdul Nawas Kyai Modjo pindah ke Gorontalo tahun 1915. Abdul Nawas dibantu tujuh wakilnya, yaitu Tawakal Kyai Wonopatih, Taslim Kyai Pulukadang, Raden Mas Saekan, Doko As’ad, Montong Wonopatih, Meman Wonopatih, dan Iman Kyai Modjo. Mereka menumpang kapal Belanda ”Bonteque” secara gratis.

Daerah yang mereka tuju pertama kali setiba di Gorontalo adalah daerah yang kemudian dinamakan Desa Yosonegoro di Kecamatan Limboto Barat, Kabupaten Gorontalo. Setelah sekitar 10 tahun, sebagian di antara mereka pindah lagi ke arah barat dari Desa Yosonegoro untuk membuat permukiman baru yang kini dinamakan Desa Reksonegoro, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo.

”Nenek moyang kami bisa diterima oleh penduduk asli karena adanya pertukaran budaya di bidang pertanian. Warga Jaton sebagai pendatang baru mengajarkan budidaya pertanian yang mereka bawa dari Jawa kepada penduduk lokal. Selain itu, sikap orang Jawa yang luwes bergaul membuat mereka mudah diterima,” tutur Mohammad Kyai Wonopatih, keturunan keempat dari Kyai Wonopatih, salah satu pengikut Pangeran Diponegoro, awal Maret lalu.

Tanah aneka rasa

Menurut Mohammad Kyai Wonopatih, ada cara unik yang dipakai nenek moyang mereka untuk memilih tanah tempat tinggal. Cara tersebut adalah mengambil sedikit tanah dan dikecap di lidah. Tanah yang hanya berasa pahit, manis, asam, atau asin tidak akan dipilih sebagai tempat tinggal. Lokasi yang ditentukan sebagai tempat tinggal adalah tanah yang memiliki aneka rasa, seperti asam, pahit, manis, dan asin.

”Tanah yang hanya berasa asin saja, manis saja, atau hanya pahit tidak akan membuat betah penghuni di atasnya. Jadi, nenek moyang kami memilih tanah yang mengandung semua rasa, yakni asam, manis, asin, dan pahit. Jadilah Yosonegoro dan Reksonegoro dipilih sebagai permukiman,” tutur Mohammad Kyai Wonopatih.

Selain Desa Yosonegoro dan Reksonegoro, etnis Jaton di Gorontalo semakin memperbanyak wilayah permukiman mereka karena bertambahnya populasi. Tercatat ada lima desa baru selain kedua desa yang disebutkan di awal. Kelima desa baru itu adalah Kaliyoso, Mulyonegoro, Rejonegoro, Salilama, dan Bandungrejo. Ketujuh desa itu masih berada di wilayah Kabupaten Gorontalo.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Pengertian Dividen Interim dan Bedanya dengan Dividen Final

Earn Smart
Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Pajak Dividen: Tarif, Perhitungan, dan Contohnya

Earn Smart
Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Jalan Tol Akses IKN Ditargetkan Beroperasi Fungsional Pada Agustus 2024

Whats New
Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Cara Menghitung Dividen Saham bagi Investor Pemula Anti-Bingung

Earn Smart
Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Sepanjang 2023, AirAsia Indonesia Kantongi Pendapatan Rp 6,62 Triliun

Whats New
Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema 'Part Manufacturer Approval'

Menyehatkan Pesawat di Indonesia dengan Skema "Part Manufacturer Approval"

Whats New
Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Libur Panjang, Tiket Whoosh Bisa untuk Masuk Gratis dan Diskon 12 Wahana di Bandung

Whats New
Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Memahami Dividen: Pengertian, Sistem Pembagian, Pajak, dan Hitungannya

Earn Smart
Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Limbah Domestik Dikelola Jadi Kompos, Solusi Kurangi Sampah di Kutai Timur

Whats New
Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 11 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Harga Emas Antam: Detail Harga Terbaru Pada Sabtu 11 Mei 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Harga Bahan Pokok Sabtu 11 Mei 2024, Semua Bahan Pokok Naik, Kecuali Daging Sapi Murni

Whats New
Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Pembinaan Berkelanjutan Sampoerna Diapresiasi Stafsus Presiden dan Kemenkop UKM

Whats New
Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Sanksi Menanti Pejabat Kemenhub yang Viral Usai Ajak Youtuber Korea Mampir ke Hotel

Whats New
[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

[POPULER MONEY] Buntut Ajak Youtuber Korsel ke Hotel, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan | Intip Tawaran 250 Merek Waralaba di Pameran Franchise Kemayoran

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com