Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendulang Untung dari Rangkaian Tulang-belulang

Kompas.com - 18/08/2011, 14:20 WIB

Nah, tulang yang sudah benar-benar kering kemudian direkatkan dengan lem sesuai dengan motif tulang. Setelah jadi, sebagai sentuhan akhir, rangkaian itu disemprot dengan cairan pembersih dan disapu dengan pewarna mutiara. Untuk memberi nilai tambah pada produknya, kerajinan itu dimasukkan ke dalam kotak kaca.

”Kotak kaca ini juga kami potong sendiri dan sengaja dibentuk agar bisa dibuka. Ini supaya miniatur mudah dibersihkan dengan menyemprotkan pembersih saja. Asal tidak berada di tempat lembap, kerajinan ini bisa tahan lama,” kata Beni.

Meski terbilang unik, Beni mengaku pemasaran produk miniatur dari tulang ini masih tertatih-tatih. Ia baru bisa berharap dari pameran ke pameran yang biasanya diadakan di Yogyakarta atau di Jakarta. "Biasanya sekali ikut pameran bisa laku hingga 15 unit," ujar Beni.

Beni sendiri bercita-cita punya galeri untuk karya seninya itu. Tapi sayang, modalnya belum ada. "Untuk membuat karya yang dipamerkan di Jakarta saja, saya sudah habis-habisan. Uang hasil jualan lele nyaris semuanya dipakai untuk modal membuat kerajinan,” keluh Beni.

Beni menjual karya miniatur yang termurah seharga Rp 250.000 hingga Rp 1 juta. Namun, untuk miniatur naga dia membanderol harga mulai Rp 2,5 juta hingga Rp 10 juta, tergantung tingkat kerumitan. Menurut Beni, harga yang sedemikian tinggi itu merupakan penghargaan atas kreativitasnya.

Meski pemasaran secara langsung tertatih-tatih, Beni tak patah arang. Dengan dibantu sepupunya, Beni menawarkan aneka miniatur itu melalui internet. Di dunia maya itu, Beni membuat blog yang berisi foto-foto dan narasi singkat tentang kerajinan tulang produknya dalam http://www.boneart-tlatar.blogspot.com dan www.boneart-tlatar.blogspot.com.

”Saya tetap merasa kerajinan ini unik dan bernilai tinggi. Saya berharap setelah pemasarannya bisa lebih luas, saya bisa mengajak orang-orang di kampung untuk ikut membuatnya. Sepanjang ada kreativitas, pasti ada jalan,” tukas Beni penuh semangat.

Lain halnya dengan perajin tulang asal Bali, Ida Bagus Made Astika. Namun perajin ini menggunakan tulang sapi atau kerbau untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan perhiasan. "Dari tulang itu saya bisa menciptakan anting-anting, dan gelang," ujar Astika.

Astika mengaku, kerajinan tulang buatannya itu banyak diminati konsumen domestik maupun turis mancanegara. "Biasanya dalam sebulan saya mampu menjual anting-anting seharga Rp 300.000 sebanyak 20 pasang," ucap Astika.

Pasar kerajinan tulang ini paling besar memang datang dari mancanegara. Bahkan, saat sebelum krisis 2008, Astika mampu mengekspor anting-anting tulang hingga Amerika Serikat dan Eropa. Sekali ekspor dia bisa mengirim 8.000 pasang, namun sekarang hanya bisa mengirim 100 sampai 1000 pasang saja. (Bambang Rakhmanto/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com