Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi Agus Sarwono mengemukakan hal itu kepada Kompas di Jakarta, Minggu (18/9).
”Cadangan devisa menurun akibat operasi pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah maupun pembayaran utang luar negeri pemerintah,” jelas Hartadi.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tertekan sepanjang pekan lalu, yang sebelumnya bertahan pada Rp 8.500-an per dollar AS. Dari data kurs tengah BI, rupiah menyentuh Rp 8.759 per dollar AS pada Kamis (15/9). Bahkan, rupiah mencapai Rp 8.772 per dollar AS pada Jumat (16/9).
Namun, berdasarkan kurs antarbank, rupiah yang mencapai Rp 8.760 per dollar AS pada
Utang luar negeri pemerintah per Juni 2011 sebesar 114,887 miliar dollar AS. Utang luar negeri bank sentral mencapai 13,222 miliar dollar AS.
Menurunnya cadangan devisa bermakna berkurangnya kemampuan Indonesia dalam keperluan transaksi internasional, terutama impor, dan membayar utang luar negeri. Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri (biasanya dalam dollar AS) pemerintah dan bank-bank devisa.
Hartadi mengemukakan, sentimen negatif ekonomi global, yang dipicu oleh kekhawatiran memburuknya penanganan krisis di Eropa, memberi tekanan pada keluarnya investor asing jangka pendek untuk melakukan aksi ambil untung. Adapun, investor strategis memilih bertahan karena prospek Indonesia yang baik ke depannya. Bahkan, BI mencatat masuknya beberapa investor strategis baru di pasar keuangan Indonesia.
”BI berkomitmen untuk berada di pasar bila diperlukan melalui berbagai cara, termasuk intervensi langsung, pembelian surat berharga negara secara bilateral, operasi pasar terbatas rupiah, maupun lelang dengan menggunakan valuta asing,” papar Hartadi.
Langkah-langkah ini diyakini telah meningkatkan kembali kepercayaan investor, sehingga tekanan terhadap rupiah berkurang. Bahkan, akan kembali kepada tren penguatannya dalam waktu dekat.