Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiket Seharga Dua Buah Cabai

Kompas.com - 28/10/2011, 05:02 WIB

Sayangnya, minat masyarakat pada kereta api dan fakta angkutan darat nonkereta tak menyelesaikan kebutuhan angkutan massal Jakarta dan sekitarnya lambat direspons.

Sejak tahun 1965 hingga sekarang sudah lahir belasan kajian rencana induk pengembangan kereta api Jabodetabek. Kajiannya rinci, mulai dari jumlah rangkaian dan keretanya, peningkatan lintasan, waktu pelaksanaan, besar dan sumber pembiayaan, hingga aspek sosial demografi. Kajian terakhir adalah Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek (SITRAMP). Melihat keadaan saat ini, tampak sebagian besar kajian tersebut tinggal sebagai kertas di dalam laci.

Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono kepada Kompas mengatakan, salah satu kendala adalah pembiayaan. Karena sistem penganggaran, rata-rata anggaran hanya dipenuhi 30-40 persen dari kebutuhan.

Dana terbatas itu masih harus dibagi dengan moda transportasi lain. ”Untuk kereta api saja harus disediakan juga anggaran untuk kereta api perintis dan penyelesaian rel ganda Jakarta-Surabaya,” kata Bambang.

Membangun perkeretaapian sebagai angkutan massal yang aman, nyaman, efisien, efektif, dan produktif tidak terlepas dari politik anggaran. APBN Indonesia terlalu berat pada biaya pegawai.

Sempitnya dana pembangunan tersebut seyogianya mendorong pemerintah lebih tajam menentukan fokus pembangunan. Namun, dalam pidato Presiden mengantar RAPBN 2012 dan nota keuangannya di Gedung MPR/DPR/DPD pada 16 Agustus 2011, transportasi tidak masuk dalam 11 prioritas pembangunan nasional.

Anggota Komisi V DPR yang membidangi transportasi dan anggota Badan Anggaran DPR, Fary Francis, menyatakan, Komisi V sudah mendorong pemerintah mengembangkan kereta api. Meski demikian, pemerintah tetap memilih mengembangkan transportasi jalan raya.

Fary menunjuk pagu anggaran yang diajukan pemerintah dalam nota keuangan RAPBN 2012 untuk kereta api sebesar Rp 12,6 triliun, sementara pagu indikatif, artinya yang diminta, hanya Rp 5,3 triliun. ”Dari politik anggaran terlihat pemerintah tidak memprioritaskan kereta api. Anggaran untuk jalan raya diusulkan lebih besar 5-6 kali,” kata Fary.

Indikator lain, menyusutnya panjang rel, yang menurut Fary kini tinggal 4.790 kilometer dari 8.000 kilometer pada tahun 1.900. Penyusutan itu, antara lain, karena rusak tak terpelihara.

Komprehensif

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com