Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Metode Baru Terapi Hipertensi

Kompas.com - 10/01/2012, 07:57 WIB

A Fauzi Yahya

Tekanan darah tinggi tak mudah dikendalikan walau dengan obat kombinasi antihipertensi. Membiarkan tekanan darah tetap tinggi bukan tanpa risiko. Lonjakan tekanan darah terbukti mengganggu fungsi organ tubuh seperti otak, jantung, ginjal, dan mata. Para ahli menerapkan metode baru, denervasi renal.

Denervasi renal adalah cara invasif pengendalian tekanan darah dengan menumpulkan sinyal saraf di ginjal yang berperan penting dalam pelonjakan tekanan darah.

Penulis belum lama ini berkesempatan menyaksikan demonstrasi strategi baru mengatasi hipertensi ini saat menghadiri Transcatheter Cardiovascular Therapeutics 2011 di San Francisco, Amerika Serikat.

Seseorang umumnya dianggap menderita hipertensi jika tekanan darah mencapai 140/90 mmHg ke atas. Diperkirakan saat ini di seluruh dunia ada 1 miliar penderita hipertensi dan pada tahun 2025 jumlah penderita melonjak menjadi 1,5 miliar. Tiga perempat penderita hipertensi akan berada di negara berkembang. Sekitar 7,1 juta kematian terkait dengan hipertensi. Di Indonesia, 1 dari 3 penduduk berusia 18 tahun ke atas mengidap hipertensi.

Sebagian besar penyebab hipertensi tak diketahui. Namun, para ahli telah lama mendeteksi sistem saraf simpatis di ginjal yang terkoneksi dengan otak berperan penting meningkatkan tekanan darah. Sistem saraf ini jika terangsang dapat mengerutkan pembuluh darah, menambah volume darah, memicu debar jantung, dan merangsang pelepasan hormon renin yang turut melejitkan tekanan darah. Pada hipertensi terjadi hiperaktivasi sistem saraf simpatis yang terus-menerus sehingga tekanan darah tetap tinggi.

Dalam mengatasi hipertensi, pada awalnya dokter menganjurkan pola hidup sehat dengan mengatur diet dan berolahraga secara rutin serta, jika diperlukan, diberikan obat penurun tekanan darah. Pada hipertensi tingkat lanjut, kadang dokter meresepkan lebih dari satu jenis obat agar hipertensi terkontrol.

Pada sekitar 20 persen penderita hipertensi, tekanan darah tak kunjung normal walau mendapat tiga atau lebih kombinasi pil. Ini disebut hipertensi resisten. Pada hipertensi jenis ini penambahan jenis obat sering kali bukan membuat tekanan darah turun, melainkan efek samping obat menjadi naik.

Menghadapi hipertensi yang tak mempan obat ini, Henry Krum dari Universitas Monash, Australia, bersama para kolega mencoba melakukan denervasi renal, terapi baru yang belum pernah dilakukan pada manusia. Intinya, menumpulkan saraf simpatis di lapisan dalam pembuluh darah ginjal dengan teknik invasif dengan kateter.

Caranya, kateter berbentuk seperti selang lentur, dengan diameter seukuran sedotan minuman, diarahkan ke muara pembuluh darah ginjal melalui sayatan kecil melewati pembuluh darah paha. Lewat kateter, seutas kawat berujung elektroda yang tersambung dengan generator mentransmisikan energi radiofrekuensi ke dinding dalam pembuluh darah ginjal untuk ”memotong” sinyal saraf simpatis (denervasi). Tindakan non- bedah yang mirip kateterisasi jantung ini hanya perlu waktu kurang dari satu jam untuk menumpulkan persarafan di kedua pembuluh darah ginjal.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Era Suku Bunga Tinggi, Jago Syariah Buka Kemungkinan Penyesuaian Bagi Hasil Deposito

Era Suku Bunga Tinggi, Jago Syariah Buka Kemungkinan Penyesuaian Bagi Hasil Deposito

Whats New
Bank Neo Commerce Tunjuk Eri Budiono Jadi Dirut Baru

Bank Neo Commerce Tunjuk Eri Budiono Jadi Dirut Baru

Whats New
Soal Laba Bank, Ekonom: Masih Tumbuh di Bawah 5 Persen Sudah Sangat Baik

Soal Laba Bank, Ekonom: Masih Tumbuh di Bawah 5 Persen Sudah Sangat Baik

Whats New
Menperin Bantah Investasi Apple di Indonesia Batal

Menperin Bantah Investasi Apple di Indonesia Batal

Whats New
Jago Syariah Jajaki Kerja Sama dengan Fintech Lending

Jago Syariah Jajaki Kerja Sama dengan Fintech Lending

Whats New
Kolaborasi Es Krim Aice dan Teguk, Total Investasi Rp 700 Miliar

Kolaborasi Es Krim Aice dan Teguk, Total Investasi Rp 700 Miliar

Whats New
OJK: Pendapatan Premi di Sektor Asuransi Capai Rp 87,53 Triliun Per Maret 2024

OJK: Pendapatan Premi di Sektor Asuransi Capai Rp 87,53 Triliun Per Maret 2024

Whats New
Sudah Dibuka, Ini Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 67

Sudah Dibuka, Ini Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 67

Whats New
Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Mendag Minta Jastiper Patuhi Aturan

Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Mendag Minta Jastiper Patuhi Aturan

Whats New
Pasca-Lebaran, Kereta Cepat Whoosh Jadi 48 Perjalanan dengan Tarif mulai Rp 150.000

Pasca-Lebaran, Kereta Cepat Whoosh Jadi 48 Perjalanan dengan Tarif mulai Rp 150.000

Whats New
Bagaimana Aturan Perlintasan Kereta Api di Indonesia? Ini Penjelasan KAI

Bagaimana Aturan Perlintasan Kereta Api di Indonesia? Ini Penjelasan KAI

Whats New
Penempatan di IKN, Pemerintah Buka Formasi 14.114 CPNS dan 57.529 PPPK

Penempatan di IKN, Pemerintah Buka Formasi 14.114 CPNS dan 57.529 PPPK

Whats New
Daftar 8 Instansi yang Buka Lowongan CPNS 2024 Lewat Sekolah Kedinasan

Daftar 8 Instansi yang Buka Lowongan CPNS 2024 Lewat Sekolah Kedinasan

Whats New
Harga Emas Terbaru 4 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 4 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Mendag Sebut Rumah Potong Hewan Wajib Punya Sertifikat Halal Oktober 2024

Mendag Sebut Rumah Potong Hewan Wajib Punya Sertifikat Halal Oktober 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com