Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Narasi Politik BBM

Kompas.com - 05/03/2012, 02:04 WIB

Alasan lain, kelompok yang meminta kenaikan harga, khususnya para akademisi yang berasal dari lingkaran disiplin ilmu ekonomi dan teknokratis, secara kuantitatif bukan merupakan kekuatan politik besar dalam alam demokrasi saat ini. Terlebih lagi mereka bukanlah kelompok ”penderita utama” dari tingkat harga BBM yang berlaku saat ini.

Karena itu, hampir bisa dipastikan, tidak menaikkan harga BBM tidak akan menuai protes ”parlemen jalanan”. Terlebih lagi bukankah tidak pernah ada dalam sejarah republik ini, protes jalanan karena harga BBM tak dinaikkan betapapun kritisnya para pengamat ekonomi mengecam besaran subsidi yang ada.

Walau paling nyaman dan aman secara politik, pilihan kebijakan untuk tidak menaikkan harga BBM mensyaratkan satu hal. Persyaratan itu adalah adanya kapasitas yang efektif untuk memobilisasi sumber pendanaan baru guna menutup disparitas harga yang semakin membesar antara harga BBM di tingkat internasional dan harga BBM di tingkat domestik itu.

APBN 2012 dibuat dengan hitungan harga BBM sekitar 90 dollar AS per barrel. Besaran subsidi yang dicanangkan untuk subsidi BBM dalam APBN tentu saja tidak lagi memadai untuk mengatasi gap itu, belum lagi memperhitungkan subsidi energi listrik yang juga sebagian besar mesinnya menyandarkan diri pada BBM. Persoalannya kemudian adalah bagaimana memobilisasi sumber pendanaan untuk menutup besaran subsidi BBM yang semakin membesar itu.

Dalam kaitan ini ada beberapa instrumen kebijakan yang mungkin dapat dilakukan. Instrumen pertama, mengubah secara mendasar kesepakatan hukum seluruh pengelolaan minyak yang telah dilakukan dan dilaksanakan dengan pihak asing. Pilihan ini, misalnya, telah ditempuh Hugo Chavez di Venezuela dengan membuat Undang-Undang Hidrokarbon baru pada 2001. Sebagai akibat dari UU baru ini, penerimaan royalti negara dari sektor energi di Venezuela meningkat dari 1 persen menjadi 30 persen. Namun, pilihan ini hampir pasti tidak mungkin dilakukan di Indonesia, mengingat karakter koalisi pemerintahan SBY dan bahkan semua kekuatan politik yang ada tidak pernah mengusulkan langkah radikal ini dalam plakat partai.

Instrumen kedua, memperbesar utang. Instrumen ini dapat digunakan dengan cara menerbitkan surat berharga atau obligasi dan menjualnya, baik kepada BUMN maupun pihak lain. Bagi beberapa kalangan, instrumen ini dijustifikasi atas dasar argumen rasio utang Indonesia terhadap PDB yang relatif kecil (25,4 persen) dan lebih baik dibandingkan dengan negara lain, seperti Argentina (40,7 persen), Brasil (65,7 persen), India (68,2 persen), Jepang (229,1 persen), dan AS (99,5 persen).

Namun, pilihan ini tidak mudah dilakukan. Penyebabnya, penggunaan instrumen ini kemungkinan akan berdampak terhadap pelanggaran ketentuan hukum tentang besaran defisit anggaran dalam APBN. Seperti diketahui, UU Nomor 17 Tahun 2003 telah memaksa pemerintah melakukan ”disiplin fiskal” karena adanya ketentuan bahwa rasio defisit anggaran terhadap PDB tidak boleh melebihi angka pagu 3 persen.

Walau tidak sepenuhnya sama, ketentuan hukum ini sebenarnya ada kemiripan dengan Konsensus Washington yang dibuat Dana Moneter Internasional (IMF) pada 1989 sebagai rekomendasi kebijakan ekonomi makro terhadap negara berkembang untuk mematuhi defisit anggaran tidak melebihi 2 persen dari PDB.

Instrumen ketiga, mobilisasi dana dengan cara memperbesar pajak. Walau rasio pajak Indonesia terhadap PDB masih termasuk terendah di antara negara berkembang (sekitar 11,5 persen), hampir mustahil peningkatan rasio dapat dilakukan dengan cepat dalam jangka pendek. Wajib pajak individual yang terdaftar diperkirakan hanya 5 juta orang dan korporasi yang terdaftar hanya sekitar 500.000.

Karena itu, mobilisasi pendanaan melalui ekstensifikasi pajak hampir mustahil dilakukan dalam waktu cepat. Kalaupun dilaksanakan, fokusnya adalah pada pajak ekspor, seperti yang pernah dilakukan pada masa-masa awal setelah kejatuhan Soeharto, yakni ketika pada 1990 pajak ekspor minyak kelapa sawit (CPO) ditingkatkan menjadi 60 persen. Namun, pilihan ini akan berhadapan dengan kepentingan korporasi besar yang bergerak di industri pengolahan kelapa sawit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Sri Mulyani: Barang Non Komersial Tak Akan Diatur Lagi dalam Permendag

Whats New
Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Lebih Murah dari Saham, Indodax Sebut Banyak Generasi Muda Pilih Investasi Kripto

Earn Smart
Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Jokowi Minta Bea Cukai dan Petugas Pelabuhan Kerja 24 Jam Pastikan Arus Keluar 17.304 Kontainer Lancar

Whats New
Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Dukung Ekonomi Hijau, Karyawan Blibli Tiket Kumpulkan 391,96 Kg Limbah Fesyen

Whats New
Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Relaksasi Aturan Impor, Sri Mulyani: 13 Kontainer Barang Bisa Keluar Pelabuhan Tanjung Priok Hari Ini

Whats New
Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Produsen Refraktori BATR Bakal IPO, Bagaimana Prospek Bisnisnya?

Whats New
IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

IHSG Menguat 3,22 Persen Selama Sepekan, Ini 10 Saham Naik Paling Tinggi

Whats New
Mengintip 'Virtual Assistant,' Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Mengintip "Virtual Assistant," Pekerjaan yang Bisa Dilakukan dari Rumah

Work Smart
Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Tingkatkan Kinerja, Krakatau Steel Lakukan Akselerasi Transformasi

Whats New
Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Stafsus Sri Mulyani Beberkan Kelanjutan Nasib Tas Enzy Storia

Whats New
Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Soroti Harga Tiket Pesawat Mahal, Bappenas Minta Tinjau Ulang

Whats New
Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Tidak Kunjung Dicairkan, BLT Rp 600.000 Batal Diberikan?

Whats New
Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Lowongan Kerja Pamapersada untuk Lulusan S1, Simak Persyaratannya

Work Smart
Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan 'Smart City' di Indonesia

Menakar Peluang Teknologi Taiwan Dorong Penerapan "Smart City" di Indonesia

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com