Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geliat Mitigasi di Tanah Sikka

Kompas.com - 22/06/2012, 02:36 WIB

 

 

Oleh BI Purwantari dan Hylarius Ninu

Pengalaman traumatis warga Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, sebagai korban gempa dan tsunami membentuk persepsi khusus tentang bencana. Warga tak hanya menyadari petaka yang senantiasa mengintai. Mereka juga melahirkan inisiatif lokal terkait mitigasi bencana.

Meski demikian, inisiatif tersebut masih harus berhadapan dengan realitas kebudayaan dan tuntutan ekonomi. Masih melekat dalam ingatan Sawarudin (58) malapetaka yang meluluhlantakkan desa tempat tinggalnya di Pulau Babi, pulau kecil yang terletak di perairan sebelah utara Pulau Flores, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Saat itu siang 12 Desember 1992.

”Saya sedang tidur setelah pulang melaut. Tiba-tiba istri membangunkan saya, kasih tahu ada gempa. Saya turun ke laut. Tanah terbelah. Saya teriak supaya semua orang lari ke bukit,” cerita Sawarudin mengenang gempa 7,8 skala Richter dan tsunami setinggi 36 meter yang menerjang pantai utara Flores.

Tak kurang dari 700 warga Pulau Babi tewas dan hilang. Sawarudin kehilangan seorang adiknya.

Selain Pulau Babi, Kampung Wuring yang dihuni oleh etnis Bajo yang berumah di atas air juga menjadi wilayah dengan korban yang cukup banyak. ”Korban meninggal di sini 225 orang, kebanyakan anak-anak dan orang tua,” papar Tajudin (68), nelayan Bajo yang lahir di Wuring, wilayah di pesisir utara Pantai Sikka. Di seluruh Kabupaten Sikka, petaka tsunami tahun 1992 merenggut 1.500 nyawa meninggal dan hilang. Selain itu lebih dari 1.000 bangunan juga rusak.

Sadar bencana

Kabupaten Sikka terletak di bagian tengah Pulau Flores dan dikenal sebagai wilayah rawan bencana. Michael Mane, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sikka, menyebut, ”Sikka ini seperti supermarket bencana.” Tak kurang dari 15 jenis bencana berpotensi mengancam kehidupan warga Sikka. Dari semuanya, gempa dan tsunami dikhawatirkan mengakibatkan kerusakan paling besar.

Peristiwa gempa bukanlah hal asing. Menurut catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, sejak awal tahun 2012, di wilayah Sikka terjadi tiga kali gempa berskala 4,7 SR-6,3 SR.

Pengetahuan dan pengalaman traumatis sebagai korban tsunami pada 12 Desember 1992 berkontribusi membentuk kesadaran terhadap bencana. Kesadaran ini ditunjukkan oleh inisiatif mitigasi yang digulirkan pemerintah daerah dan warga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com