Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Hingga Pensiunan Tak Akan Disentuh Aturan Baru Pajak

Kompas.com - 21/09/2017, 05:00 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak meminta masyarakat untuk tetap tenang dan tidak perlu resah dengan terbitnya aturan baru penegakan hukum pajak.

Sebab, menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, Peraturan Pemerintah (PP) 36 Tahun 2017 sudah memberikan pengecualian.

"Untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah di bawah PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) mereka bukan wajib pajak jadi jelas PP ini tidak akan berlaku untuk mereka," ujarnya di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (20/9/2017).

Lebih rinci Hestu mengatakan bahwa PP 63 Tahun 2017 juga berkaitan dengan Peraturan Dirjen Pajak PER-11/PJ/2016 tentang Peraturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan UU Pengampunan Pajak atau tax amnesty.

Berkat hal itu tutur Hestu, aturan baru penegakan hukum pajak tidak akan berlaku untuk beberapa profesi yang tercantum di PER-11/PJ/2016.

Meraka adalah petani, nelayan, tenaga kerja Indonesia (TKI), hingga pensiunan yang pendapatannya di bawah PTKP.

Saat ini batas PTKP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 54 juta per tahun untuk orang pribadi atau Rp 4,5 juta per bulan.

Selain itu, Hestu juga memastikan bahwa harta warisan tidak akan menjadi objek penerapan PP 36 Tahun 2017. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak PER-11/PJ/2016.

Sebelumnya, Ditjen Pajak mengatakan bahwa penegakan hukum pajak akan lebih diprioritaskan untuk wajib pajak yang tidak ikut tax amnesty. Hal itu untuk memenuhi azas keadilan bagi wajib pajak yang sudah ikut tax amnesty dengan membayar uang tebusan kepada negara.

"Jadi masyarakat enggak perlu khawatir dan DJP akan menerapkan ini dengan sangat hati hati dengan profesional," kata Hestu.

PP 36 Tahun 2017 dikeluarkan pemerintah sebagai tindak lanjut UU tax amnesty, terutama Pasal 13 dan 18 terkait dengan perlakuan perpajakan.

Pasal itu menyatakan bahwa harta yang tidak dilaporkan dalam Surat Pelaporan Harta (SPH) dan atau Surat Pemberitaan Tahunan (SPT) pajak, maka akan dianggap sebagai tambahan penghasilan.

Di dalam PP 36 Tahun 2017, pemerintah mengenakan pajak penghasilan (PPh) final untuk harta yang dianggap sebagai tambahan penghasilan tersebut.

Tarif PPh finalnya yaitu 12,5 persen untuk wajib pajak tertentu, 25 persen untuk wajib pajak badan, dan 30 persen untuk wajib pajak orang pribadi.

Tak hanya itu, wajib pajak juga akan terkena sanksi administrasi perpajakan sebesar 200 persen dari total pajak penghasilan atas harta tersebut sesuai amanat Pasal 18 UU tax amnesty.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com