Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Mulai Sadar Akibat Buruk Merkuri di Penambangan Emas

Kompas.com - 03/10/2017, 17:08 WIB

KOMPAS.com - Upaya pemerintah menyadarkan bahaya penggunaan merkuri dalam penambangan emas mulai berbuah manis.

Masyarakat di sekitar wilayah penambangan tradisional di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah kini meninggalkan penggunaan merkuri yang berakibat buruk pada kesehatan dan lingkungan dalam jangka panjang.

Meninggalkan penggunaan merkuri menjadikan mutu air di wilayah tersebut ini kini lebih baik.

Tokoh adat masyarakat Poboya, Adzis Lamureke bercerita, kesadaran masyarakat merupakan hasil dari sosialisasi panjang dan terus-menerus yang dilakukan sejak tahun tahun 2016 lalu oleh berbagai pihak.

Sosialisasi gencar dilakukan oleh Pemda, Kepolisian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan lainnya.

“Sekarang sudah kita tinggalkan. Kita sadarkan bahwa kita sendirilah yang harus menjaga lingkungan kita sendiri,” tutur Adzis melalui keterangan pers, Senin (2/10/2017).

Adzis menepis informasi yang berembus bahwa warga di Poboya masih menggunakan merkuri menambang, sehingga ada pencemaran air di sana.

Dia menyesalkan informasi tersebut sebab saat ini ada empat kelurahan yang menggantungkan nasib perekonomiannya lewat penambangan emas.

Untuk meluruskan ini, masyarakat Poboya mengundang lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk melihat langsung fakta sebenarnya di lapangan.

Konvensi Minamata

Beberapa waktu belakangan, Kementerian menyiapkan proyek percontohan bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk mengganti penggunaan merkuri dengan sianida.

Purwasto Saroprayogi, Kepala Subdirektorat Penerapan Konvensi Bahan Berbahaya Beracun KLHK mengatakan, salah satu lokasi percontohan adalah di Poboya. “Kini merkuri sudah ditinggalkan warga,” kata Purwasto di kesempatan berbeda.

Dia mengatakan, Indonesia sudah memastikan bahwa sikap terhadap penggunaan merkuri ini melalui ratifikasi Konvensi Minamata di Jenewa.

Indonesia resmi meratifikasi konvensi ini melalui UU Nomor 11/2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury.  Penyerahan naskah ratifikasi dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada kesekjenan PBB pada  22 September 2017.

Ada beberapa ukuran ambang batas terhadap merkuri, ditetapkan beberapa badan dan negara.

Food and Drugs Administration (FDA) Amerika menetapkan ambang batas kandungan merkuri maksimum 0,0005 ppm untuk air dan 0,5 ppm untuk makanan.

Badan dunia  World Health Organisasion (WHO) menetapkan batasan maksimum yang lebih rendah yaitu 0,0001 ppm untuk air.

Sementara, Jepang, Swiss, Swedia menetapkan ambang batas kadar 1 ppm produk laut yang boleh dikonsumsi. Lain halnya dengan Jerman dan Amerika Serikat yang menetapkan batas lebih tinggi, yakni 0,5 ppm (mg/kg).

Indonesia juga punya standar batas ini. Lewat KEK-02/MENKLH/1/1998 ditetapkan baku mutu air untuk golongan A dan B kandungan merkuri maksimum yang dianjurkan adalah  0,005 ppm. Dan, maksimum yang diperbolehkan sebesar 0,001 ppm.   


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank Mandiri Imbau Nasabah Hati-hati Terhadap Modus Penipuan Berkedok Undian Berhadiah

Bank Mandiri Imbau Nasabah Hati-hati Terhadap Modus Penipuan Berkedok Undian Berhadiah

Whats New
IHSG Turun Tipis di Awal Sesi, Rupiah Dekati Level Rp 16.000

IHSG Turun Tipis di Awal Sesi, Rupiah Dekati Level Rp 16.000

Whats New
Berapa Denda Telat Bayar Listrik? Ini Daftarnya

Berapa Denda Telat Bayar Listrik? Ini Daftarnya

Whats New
Detail Harga Emas Antam Senin 6 Mei 2024, Turun Rp 3.000

Detail Harga Emas Antam Senin 6 Mei 2024, Turun Rp 3.000

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 6 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 6 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Bappeda DKI Jakarta Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Bappeda DKI Jakarta Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Transfer Pengetahuan dari Merger TikTok Shop dan Tokopedia Bisa Percepat Digitalisasi UMKM

Transfer Pengetahuan dari Merger TikTok Shop dan Tokopedia Bisa Percepat Digitalisasi UMKM

Whats New
Harga Bahan Pokok Senin 6 Mei 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Senin 6 Mei 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
IHSG Diperkirakan Melaju, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diperkirakan Melaju, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Kesenjangan Konsumsi Pangan dan Program Makan Siang Gratis

Kesenjangan Konsumsi Pangan dan Program Makan Siang Gratis

Whats New
Lowongan Kerja Anak Usaha Pertamina untuk S1 Semua Jurusan, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Lowongan Kerja Anak Usaha Pertamina untuk S1 Semua Jurusan, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Erick Thohir: 82 Proyek Strategis BUMN Rampung, tapi Satu Proyek Sulit Diselesaikan

Erick Thohir: 82 Proyek Strategis BUMN Rampung, tapi Satu Proyek Sulit Diselesaikan

Whats New
Ketika Pajak Warisan Jadi Polemik di India

Ketika Pajak Warisan Jadi Polemik di India

Whats New
BTN Konsisten Dongkrak Inklusi Keuangan lewat Menabung

BTN Konsisten Dongkrak Inklusi Keuangan lewat Menabung

Whats New
[POPULER MONEY] HET Beras Bulog Naik | Kereta Tanpa Rel dan Taksi Terbang Bakal Diuji Coba di IKN

[POPULER MONEY] HET Beras Bulog Naik | Kereta Tanpa Rel dan Taksi Terbang Bakal Diuji Coba di IKN

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com