JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Gerindra menolak pengesahan RAPBN 2018 menjadi undang-undang. Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR RI Fary Djemy Francis membeberkan alasan partainya menolak pengesahan RAPBN 2018.
"Pertama, pemerintah gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019 dengan rata-rata sebesar 7 persen. Hal ini disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo sebagai kepala pemerintahan," kata Fary, dalam sidang paripurna, di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu (25/10/2017).
Fary menjelaskan, realisasi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 sebesar 4,79 persen, dan tahun 2016 sebesar 5,02 persen. Fraksi Partai Gerindra memperkirakan realisasi pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2017 tidak lebih dari 5,15 persen. Selain itu, Gerindra memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018 maksimal sebesar 5,4 persen.
"Realitas tersebut membuat perkiraan kami rata-rata pertumbuhan ekonomi 5 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo maksimal hanya sebesar 5,25 persen," kata Fary.
Fary menjelaskan, di dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018, pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur dan investasi. Namun, Gerindra berpandangan, pemerintah tidak berpihak pada penyerapan tenaga kerja lokal dalam investasi tersebut.
Fary menyebut, pemerintah melakukan pembiaran masuknya tenaga kerja asing (TKA) terutama dari China dalam proyek infrastruktur dan investasi. Pemerintah juga disebut memaksa BUMN ikut serta dalam investasi proyek infrastruktur. Padahal, BUMN tersebut tidak memiliki kemampuan keuangan yang cukup.
"Kabinet Kerja gagal meningkatkan rasio pendapatan negara terhadap PDB. Bahkan tidak mampu menahan anjloknya rasio tersebut menjadi sebesar 12,6 persen dalam RAPBN 2018, ini mengakibatkan pemerintah dalam krisis pendapatan," kata Fary.
Realitas tersebut, lanjut dia, membuat pemerintah semakin tergantung terhadap utang. Alasan lainnya, pemerintah disebut gagal meningkatkan tax ratio. Bahkan, tax ratio 2017 maksimal hanya 9,72 persen atau sebesar Rp 1.322 triliun.
Hal itu disebabkan karena penerimaan perpajakan sampai akhir September 2017 hanya sebesar Rp 874,2 triliun atau 59,36 persen dari target pada APBN-P 2017 sebesar Rp 1.472,7 triliun.
Fraksi Gerindra memperkirakan penerimaan perpajakan pada tahun anggaran 2017 maksimal sebesar Rp 1.322 triliun. Dengan demikian, target penerimaan perpajakan yang tercantum dalam RAPBN 2018 sebesar Rp 1.609,4 triliun tidak akan tercapai.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.