Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reputasi Ekonomi RI di Bawah Nakhoda Jokowi Diakui Dunia?

Kompas.com - 31/10/2017, 12:41 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga tahun sudah, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla berjalan. Sepanjang itu pula, banyak berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Salah satu yang paling fenomenal barangkali gelontoran 16 paket kebijakan ekonomi.

Selama tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia  terjaga disekitar 5 persen. Pada 2015, ekonomi tumbuh 4,88 persen, 5,02 persen di 2016, dan diperkirakan 5,01 persen pada 2017.

Sementara itu, Produk Domestik Bruto (PDB) masyarakat Indonesia juga meningkat dari Rp 41,9 juta per tahun pada 2014 menjadi Rp 47,9 juta per tahun pada 2016.

Laju inflasi yang kerap dikhawatirkan menurun dari 4,49 persen secara tahunan pada September 2014, menjadi 3,72 persen secara tahunan pada September 2017.

Adapun surplus perdagangan Januari-September 2017 10,8 miliar dollar AS diklaim mencapai yang tertinggi sejak 2012. Defisit transaksi berjalan juga turun dari 2,3 persen pada kuartal II 2016 menjadi 2 persen di kuartal II 2017.

Bagaimana dengan indikator sosial?

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan menurun dari 11,22 persen pada  2015 menjadi 10,64 persen pada Maret 2017 dari total penduduk.

Begitu pun dengan pengangguran turun dari 5,81 persen pada Februari 2015 jadi 5,33 persen Februari 2017.

Adapun rasio gini atau ketimpangan juga  turun dari 0,40 pada Maret 2015 menjadi 0,39 pada Maret 2017.

Belum Memuaskan

Meski berbagai indikator ekonomi makro menunjukan adanya perbaikannya, reputasi ekonomi pemerintahan Jokowi tidak dianggap mentereng oleh masyarakat.

Berdasarkan survei yang dilakukan Litbang Kompas pada 26 September-8 Oktober 2017, kepuasan secara umum responden terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-JK sebesar 70,8 persen.

Bila ditanya mana bidang yang tingkat kepuasan masyarakat paling rendah, maka jawabannya yaitu ekonomi. Sebab angka kepuasannya hanya 55,1 persen, di bawah bidang politik dan keamaman (76,4 persen), kesejahteraan sosial (72,8 persen), dan penegakan hukum (60 persen).

Di bidang ekonomi, indikator penyediaan lapangan kerja menjadi yang terburuk (44,5 persen) disusul harga barang (48,4 persen), nilai tukar (51,0 persen), pasar tradisional (56,8 persen), swasembada pangan (58,9 persen), petani dan nelayan (63,2 persen).

Meski begitu, dari segi pemerataan pembangunan, tingkat kepuasaan masyarakat mencapai 70,3 persen. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah gelontoran anggaran infrastuktur Rp 965 triliun pada 2015-2017.

Dalam berbagai kesempatan, dunia usaha memberikan apresiasi atas capaian ekonomi pemerintahan Jokowi. Berbagai kebijakan mulai dari paket kebijakan hingga program tax amnesty mendapatkan apresiasi tinggi.

Namun, para pengusaha juga kerap mengeluhkan berbagai kebaijakan pajak yang dianggap justru menekan dunia usaha. Salah satu kebajikan yang diprotes yaitu penerbitan bukti permulaan pajak kepada perusahaan belum lama ini.

Di Mata Internasional

Meski dianggap belum memuaskan di dalam negeri, kondisi ekonomi Indonesia justru diapresiasi oleh dunia internasional. Pertumbuhan ekonomi yang terjaga di angka 5 persen dianggap cukup baik di tengah gejolak pasar keuangan global dan anjloknya harga komoditas.

Dalam kurun waktu 3 tahun, pemeritahan Jokowi-Jusuf Kalla bahkan bisa menyakinkan 3 lembaga pemeringkat internasional untuk memberikan peringkat layak investasi kepada Indonesia. Hal tersebut merupakan yang pertama setelah 20 tahun silam.

Tiga lembaga pemeringkat utama dunia yang memberikan peringkat layak investasi kepada Indonesia yaitu Fitch Ratings, dan Moody's, dan Standard and Poor's (S&P).

Pemerintah menilai capaian peringkat layak investasi luar biasa karena selama 19 tahun skala ekonomi Indonesia naik 3 kali lipat dan banyak perkembangan pesat.

Namun segala capaian itu tidak pernah dianggap cukup bagi tiga pemeringkat internasional tersebut memberikan peringkat layak investasi kepada Indonesia.

Barulah pada tahun ini, ketiga lembaga pemeringkat yang disegani ini mengakui reputasi ekonomi Indonesia.

Capaian layak investasi patut dibanggakan karena S&P, yang justru menurunkan peringkat investasi AS pada 5 tahun lalu sementara itu Moody's menurunkan peringkat investasi China tahun ini.

Selain itu, kemudahan berinvestasi atau ease of doing business di mata Bank Dunia juga meroket tajam. Pada 2017 ini, Bank Dunia menempatkan Indonesia pada posisi 91, naik 15 peringkat dari posisi di tahun sebelumnya, yakni 106.

Tidak hanya itu, Indonesia bahkan dipercaya menjadi tuan rumah pertemuan tahunan pimpinan International Monetary Fund–World Bank 2018 di Bali. Acara tersebut merupakan acara besar yang akan dihadiri oleh seluruh menteri keuangan dan gubernur bank sentral seluruh dunia.

Diperkirakan, akan ada 15.000 orang delegasi dari seluruh dunia yang akan hadir di Pulau Dewata pada tahun depan.

"Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah menunjukkan kepercayaan dunia atas reputasi dan stabilitas ekonomi, politik, keamanan serta kemajuan pembangunan Indonesia yang saat ini," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Meski begitu, pemerintahan Jokowi masih memiliki segudang pekerjaan rumah di bidang ekonomi mulai dari penurunan angka kemiskinan hingga mempersempit jarak kesenjangan ekonomi. Dalam dua tahun ke depan, pekerjaan rumah itu harus maksimal dituntaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com