Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sebagai Produk, Listrik Harus Dijual. Kalau Enggak Dijual, Rugi..."

Kompas.com - 16/11/2017, 20:34 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai wacana penyederhanaan golongan daya listrik sebagai upaya pemerintah mengoptimalkan produksi listrik dari pembangkit yang berkapasitas 35.000 megawatt. Dengan penyederhanaan golongan, pelanggan punya pilihan pindah ke daya yang lebih besar dan pemakaian listrik dari pembangkit bisa terserap.

"Dari sisi hulu, kebijakan penyederhanaan tarif lebih dikarenakan over supply energi listrik. Akibat pemerintah getol membangun pembangkit 35.000 MW, PT PLN mengalami over supply energi listrik," kata Tulus saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (16/11/2017) malam.

Selain soal adanya proyek pembangkit listrik berkapasitas 35.000 MW, wacana penyederhanaan daya listrik juga dinilai dampak dari adanya Independent Power Producer (IPP) yang membuka ruang bagi swasta untuk memproduksi tenaga listrik. Dengan begitu, salah satu cara mendorong penjualan produksi listrik dari pembangkit 35.000 MW adalah dengan menaikkan daya listrik konsumen rumah tangga.

"Efek dari pembangunan pembangkit baru 35.000 megawatt sangat tinggi. Sebagai produk, listrik harus dijual. Kalau enggak dijual, (PLN) rugi," sebut Tulus.

Baca juga: Penyederhanaan Golongan, PLN Sebut Penambahan Daya Listrik Tak Wajib

Namun sebut dia, jika hanya mengandalkan pelanggan rumah tangga tentu tidak akan mampu menyerap listrik yang dihasilkan dari proyek tersebut. Berdasarkan data yang Tulus peroleh, rata-rata pemakaian daya listrik pelanggan rumah tangga hanya 630 kWh per tahun per kapita.

"Kalau yang didorong itu konsumen rumah tangga, enggak ada signifikansinya, karena konsumsi listrik rumah tangga sekuat apapun tidak akan bisa menyerap energi listrik yang telah dibangun," katanya.

Menurut dia, akan lebih signifikan bila listrik yang dihasilkan proyek 35.00 MW itu difokuskan untuk sektor industri atau bisnis.

"Pemerintah atau PLN harus menjual itu ke sektor bisnis atau industri. Kalau produksi kan untuk kegiatan yang produktif dan serapannya banyak. Sektor industri bergerak lebih cepat dan tidak ada kekurangan pasokan listrik. Harus mendorong mereka menggunakan listrik yang sudah ada itu," ucapnya.

Baca juga: Pengamat: Penyederhanaan Golongan Listrik Untungkan Masyarakat, tetapi...

Sebelumnya, pemerintah melalui lembaga atau kementerian terkait dan PLN memastikan wacana penyederhanaan golongan dengan menaikkan daya listrik sebagai pilihan pelanggan. Konsumen tidak diwajibkan untuk menaikkan daya listrik jika dianggap daya yang dipakai sekarang masih sesuai kebutuhan sehari-hari.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan juga memastikan tidak ada biaya tambahan untuk menaikkan daya listrik, baik dari sisi tarif maupun abonemennya. Tetapi, belum ada kepastian mengenai wacana ini karena masih dalam proses pembahasan.

Kompas TV Pemerintah Akan Hapus Golongan Listrik 1.300-4.400 VA?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

Mudah, Begini Cara Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan via Aplikasi JMO

Whats New
OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

OJK: Portofolio Investasi Dana Pensiun Masih Didominasi Instrumen SBN

Whats New
Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

Capex Adalah: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Cara Menghitungnya

Earn Smart
Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

Prospek Reksadana Campuran Dinilai Masih Menarik, Ini Alasannya

Whats New
Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Pemerintah Kantongi Rp 21,36 Triliun dari Lelang 7 Seri Surat Utang Negara

Whats New
OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

OJK Tindak 45 Iklan Keuangan yang Langgar Aturan pada Kuartal I-2024

Whats New
Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Asosiasi Vape Gencarkan Edukasi untuk Kurangi Kebiasaan Merokok

Whats New
Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Cara Resign dari Pekerjaan dengan Sopan dan Tanpa Drama

Work Smart
PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

PGN Saka Resmi Perpanjang Kontrak WK Ketapang Bersama Petronas di IPA Convex 2024

Whats New
MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

Whats New
Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Whats New
Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Whats New
Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com