Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Petani Tolak Ekspor 36 Ton Kopi Posong ke Korea...

Kompas.com - 21/11/2017, 13:50 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

TEMANGGUNG, KOMPAS.com -  Tuhar adalah petani kopi dari Desa Tlahap, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Dia menanam kopi di lereng Gunung Sindoro. Kopi dari lereng Gunung Sindoro ini kemudian diberi nama Kopi Posong.

Seiring dengan waktu, kopi produksinya mendapat tempat di hati penikmatnya. Permintaan pun terus meningkat, tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari mancanegara. Namun pesanan itu pun terpaksa ia tolak.

Petani itu teringat betul ketika awal melakukan ekspor kopi ke Korea Selatan pada 2012 silam. Kala itu, dia da kelompok petani di desa itu berhasil mengirimkan Kopi Posong sebanyak 2 ton. Ekspor kemudian meningkat menjadi 8 ton di tahun 2014.

“Kopi Posong ini cocok dengan orang Korea, mereka minta kuota banyak, tapi kami belum sanggup. Saat ini permintaan itu kami tolak karena mintanya 2 kontainer, itu hampir 36 ton,” cerita Tuhar kepada Kompas.com, akhir pekan lalu.

Baca juga : Soto, Kopi, dan Tenun Jadi Ikon Indonesia

Kopi Luwak PosongKompas.com/Nazar Nurdin Kopi Luwak Posong
Menurut dia, selain karena masalah pendanaan, bahan baku kopi porduksinya juga terbatas. Sejauh ini hanya sebagian petani dari lereng Sindoro yang menanam kopi. Mayoritas petani di Kledung memilih tembakau dan jenis lain sebagai komoditas tanam.

Tuhar khawatir, jika semua kopi diekspor ke luar negeri, pasar dalam negeri akan habis. Dia tak menampik jika pasar dalam negeri permintaannya amat tinggi.

“Pendanaan saya masih kurang. Yang dari Korea saya tolak. Tapi saya gak khawatir, kopi ini punya kualitas dan pasar dometik sudah tinggi,” ujarnya.

Kopi Posong masuk jenis kopi java arabika. Kopi itu ditanam di atas ketingian 1.300 mdpl. Selain bertani, Tuhar memiliki pengolahan hingga kedai kopi di lereng Sindoro. Kedai kopi miliknya bahkan menjadi lokasi shooting film Filosofi Kopi 2.

Untuk pasar dalam negeri, Kopi Posong dihargai lumayan tinggi.  Untuk 100 gram saja, harga berkisar mulai Rp 35.000 hingga Rp 70.000. Sementara untuk jenis luwak mencapai Rp 100.000 per 100 gram.

Bibit pemberian

Kopi Posong ditanamnya sejak tahun 2000 lalu. Sebelum tanam kopi, lahan perkebunannya ditanami jagung dan tembakau. Peruntungannya kemudian berubah ketika desanya mendapat bantuan bibit kopi dari pemerintah untuk pengganti tembakau. Namun, Kopi ditanam secara tumpangsari bersamaan dengan tembakau.

“Kopi Posong ini terkenal kopi rasa tembakau,” ucapnya.

Kala itu, sambung Tuhar, ada bantuan berupa 50.000 bibit kopi untuk ditanam. Warga lalu diajak menamam karena selain menghasilkan panen, pohon kopi dapat menyimpan air, sehingga ketika musim kemarau tidak kesulitan air bersih.

Wisatawan asal Italia menunjukkan Kopi Posong milik Tuhar. Pasar Kopi Posong melimpah dari dalam hingga luar negeriKompascom/Nazar Nurdin Wisatawan asal Italia menunjukkan Kopi Posong milik Tuhar. Pasar Kopi Posong melimpah dari dalam hingga luar negeri
Bibit pemberian itu akhirnya ditanam di kebun miliknya. Tahun 2003, Tuhar mulai memanen kopi. Dari panen itu, kemudian berkembang pemahaman untuk mengedepankan kualitas kopi dengan konsep petik merah. Kopi yang boleh dipanen tidak boleh yang berwarna hijau, melainkan warna merah, atau yang sudah masak di pohon.

“Kalau petik merah kualitasnya tiga kali lipat dari petik hijau. Makanya harganya bisa kompetitif karena kualitas. Kampanye itu baru tahun 2010. Saat ini sudah petik merah semuanya,” ucapnya.

Setelah memanen, Tuhar juga membuat pengolahan kopi sendiri. sejumlah mesin pengolahan dikelola di rumahnya. Selain memamen sendiri, Tuhar juga tak jarang mengumpulkan hasil panen petani lain untuk dijual kembali.

“Kopi Posong ini jadi andalan baru di Temanggung, topi arabika. Tanggal 24 besok mau dipromosikan ke 60 negara bersama dengan Kadin,” ucapnya.

Kopi Posong adalah satu dari UMKM Jateng yang hendak dipromosikan secara mendunia.

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Jateng Ema Rachmawati mengatakan, Pemprov Jateng berkomitmen membantu UMKM naik kelas. Selain diberi pendampingan, pemerintah juga berusaha memfasilitasi mempertmukan dengan pasar luar negeri.

Salah satu dukungan itu dilakukan dengan menyediakan pasar secara virtual untuk memfasilitasi petani maupun pelaku UMKM memamerkan produknya sendiri. “Kita punya aplikasi namanya Sadewa Market, itu rumahnya UMKM,” ujar Ema.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com