Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Harga Gas, INGTA Punya Pertimbangan Ini

Kompas.com - 24/11/2017, 16:33 WIB
Josephus Primus

Penulis

KOMPAS.com -  Organisasi Perusahaan Distributor Gas Alam Indonesia (INGTA) memberikan pertimbangan terkait rencana pemerintah menyamakan harga jual gas di seluruh Indonesia. Ketua Umum INGTA Sabrun Jamil dalam rilis yang diterima Kompas.com hari ini menuliskan bahwa tujuan pemerintah memang baik. "Ini untuk tujuan agar disparitas harga di seluruh Indonesia tidak terlalu besar," tuturnya.

Kendati demikian, imbuhnya, harus diperhatikan siapa yang akan menanggung selisih biaya produksi hingga pengiriman gas dari satu tempat ke tempat lain. Menurutnya, akan ada tantangan bila harga gas disamakan. "Nanti, bisnis dan investasi di sektor infrastruktur dan distribusi gas akan sepi," tuturnya saat berbicara pada  Seminar Ke-empat Forum Energi Indonesia yang diselenggarakan Ikatan Alumni Gas dan Petrokimia Fakultas Teknik  Universitas Indonesia.

Sabrun memberi contoh soal harga gas di Eropa dibandingkan dengan Korea Selatan dan Jepang. Di Benua Biru, harga gas sekitar 4-5 dollar AS/mmbtu. Ini bisa terjadi lantaran kebutuhan gas di benua itu dilayani perusahaan Rusia dengan pengiriman melalui pipa-pipa gas. "Jaraknya tidak terlalu jauh," katanya.

Sementara, di Korea Selatan dan Jepang, harga gas mencapai 8-10 dollar AS/mmbtu. Alasan mengapa harga bisa seperti itu karena kebutuhan gas Korea Selatan dan Jepang dikirim dari berbagai negara dengan menggunakan shipping atau kapal laut  yang dilengkapi teknologi dan peralatan khusus untuk distribusi atau pengiriman gas.

Persepsi BBG dan BBM

Sabrun juga memberikan pemaparan soal persepsi masyarakat soal bahan bakar gas (BBG) dan bahan bakar minyak (BBM).

Masyarakat khususnya kalangan industri pemakaian gas berpikir bahwa BBM dan BBG atau gas sama dalam pengolahan dan cara pendistribusiannya. Padahal, secara prinsip pengolahan baik produksi, maupun distribusi gas dengan BBM jauh berbeda.  

Pengembangan sumber BBM bisa dilakukan kapan saja. Sementara sumber gas hanya bisa dikembangkan setelah ada kepastian pembeli. BBM bisa tetap diproduksi tanpa harus ada kepastian pasar. Sedangkan gas baru bisa diproduksi setelah ada kepastian pembeli.

Lantas, ditinjau dari kepastian cara pengirimannya. BBM bisa disimpan. Sedangkan, gas tidak bisa disimpan.

Gas, sejatinya, bisa disimpan tapi perlu penampungan yang sangat spesifik dengan teknologi yang mahal. Gas jika sudah diproduksi tapi tidak terpakai, akan terbuang.

Tak hanya itu, produksi dan distribusi gas mahal di infrastruktur. Pendistribusian gas yang menempuh jarak jauh membutuhkan alat pencair gas, alat transportasi, alat regafisikasi, dan penyimpanan khusus. "Baru setelah itu gas bisa dipakai," ujar Sabrun.

Menurut Sabrun Jamil, harga gas yang wajar dan adil adalah harga gas yang berbeda  antara satu tempat dengan tempat yang lain. Harga gas untuk industri yang lokasinya dekat dengan sumber produksi gas akan berbeda dengan harga gas untuk kalangan industri yang lokasinya jauh dari sumber gas.

Saran Sabrun kemudian, agar harga jual gas bisa ekonomis, seharusnya kawasan industri dibangun di dekat sumber-sumber produksi gas seperti di Papua, Kalimantan Timur, Madura, dan Sumatera atau daerah Natuna. Jika itu dilakukan, selain para pelaku industri bisa mendapatkan harga gas yang murah, juga terbentuk pemerataan pembangunan dan pembukaan kesempatan kerja di daerah-daerah.

Selanjutnya, INGTA kata Sabrun memberi saran agar pemerintah cukup memposisikan diri sebagai regulator dan pengawas. Bijaksana kalau pemerintah tak terlalu jauh mencampuri harga pasar. "Soal harga jual gas di setiap daerah serahkan saja kepada mekanisme pasar," demikian Sabrun Jamil. (Baca: Asosiasi Ingin Harga Gas yang Lebih Adil)

PT PGN (Persero) Tbk mengklaim pelaku UMKM di Jawa Timur mempu meningkatkan efisiensi dengan pemakaian gas bumi PT PGN (Persero) Tbk mengklaim pelaku UMKM di Jawa Timur mempu meningkatkan efisiensi dengan pemakaian gas bumi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com