Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ryan Filbert

Ryan Filbert merupakan praktisi dan inspirator investasi Indonesia. Penerima Penghargaan Tokoh Inspiratif Pasar Modal oleh Presiden Joko Widodo

"Yuk Nabung Saham" adalah Kampanye Menyesatkan?

Kompas.com - 28/11/2017, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAprillia Ika

Bursa Efek Indonesia memulai sebuah gerakan bernama ‘Yuk Nabung Saham’ semenjak 12 November 2015. Seiring dengan waktu kampanye atau gerakan ini semakin sering didengar oleh masyarakat umum bahwa negara dan Bursa Efek Indonesia mengajak masyarakat jangan hanya menabung uang namun juga menabung saham.

Namun beberapa waktu terakhir banyak pihak yang menghubungi saya berupaya untuk mengingatkan, memberikan saran dan dimohon untuk menyampaikan kepada pihak Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa kampanye ‘Yuk Nabung Saham’ adalah menyesatkan, apalagi saya di bulan Oktober 2017 juga memberikan dukungan pada gerakan tersebut hingga menerbitkan buku berjudul ‘Yuk Belajar Nabung Saham’

Yuk Nabung SahamDok. Ryan Filbert Yuk Nabung Saham
 

Mengapa kampanye ‘Yuk Nabung Saham’ dapat dikatakan menyesatkan?

Mengapa saya sebagai praktisi dan inspirator investasi di Indonesia malah turut mendukung gerakan ini?

Saya kira saya perlu mengulasnya menjadi sebuah tulisan pendek untuk menjadi bahan pertimbangan kita bersama.

Saya ingin kemukakan diawal ini bahwa kampanye apapun akan memiliki pandangan positif dan negatif tergantung dari sudut pandang nya (point of view).

Jangankan gerakan ‘Yuk Nabung Saham’ gerakan ‘Menanam Pohon’ pun akan mendapatkan respon negatif bagi orang yang sangat memahami konteks gerakan tersebut dan dapat berdampak positif maupun tidak ada gunanya bagi orang lainnya.

Apabila gerakan menanam pohon hanya menanam pohon yang bentuknya pohon-pohon kecil seperti pohon cabai maka makna dari gerakan menanam pohon akan tidak ada gunanya.

Atau gerakan menanam pohon dan tidak dirawat dikemudian hari maka mungkin akan lebih tepatnya gerakan membuang-buang uang karena menanam pohon bisa saja terjadi.

Namun bisa juga menjadi sangat negatif meskipun sudah menanam pohon yang bisa berdampak penghijauan maupun menjadi sumber cadangan air tapi menanam pohon yang akarnya bisa merusak jalan sehingga jalanan bergelombang dan mengakibatkan potensi terjadinya kecelakaan.

Mengapa saya bisa menganggap bahwa gerakan tersebut menjadi buruk? Adalah karena saya paham bahwa ternyata dalam sebuah gerakan apapun memerlukan ‘terms and condition applied’ sama seperti sebuah program marketing dan iklan!

Yes… inilah poin ke 2, sebuah gerakan sebenarnya adalah sebuah judul ataupun sebuah kata-kata pilihan yang dianggap menjual dan mudah diingat sehingga ‘merangsang’ orang lain untuk penasaran (courious) dan bergabung (join).

Kembali pada ‘Yuk Nabung Saham’, atas dasar apa sampai nama gerakannya adalah demikian?

Ini versi saya, yang saya tidak memvalidasi ini kepada Bursa Efek Indonesia sehingga menggunakan kata-kata itu ya…

Coba kita lihat pemetaan di Indonesia seberapa besar partisipasi masyarakat Indonesia dalam berinvestasi pada pasar modal?

Jumlah investor pasar modal saat ini sudah mencapai 1 juta investor, ini adalah berita di Kompas yang lalu. Baca juga : Jumlah Investor Pasar Modal Capai 886.574 Orang.

Cukup banyak bukan 1 juta orang? Banyak dan sedikit itu nyatanya adalah relatif, bagi Anda yang punya uang Rp 250.000.000 maka uang Rp 1.000.000 kecil betul? Namun bila Anda memiliki uang hanya Rp 10.000.000 maka uang Rp 1.000.000 sudah sebesar 10 persen dari uang Anda saat ini.

Di Indonesia jumlah penduduknya adalah 250 juta penduduk dengan investor atau investasi di pasar modal adalah 1 juta orang saja yang berinvestasi. Jadi mirip dengan kondisi ilustrasi uang diatas sebelumnya bukan?

Dan apakah Anda tau bahwa negara Indonesia merupakan negara dengan partisipasi masyarakatnya terhadap sektor pasar modal terendah di Asia Tenggara? Dimana untuk negara tetangga kita adalah 20-30 persen (Sumber dari Ibu Nurhaida – Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 18 Maret 2017 di Bursa Efek Indonesia).

Lalu mari berangkat pada data lainnya, apakah Anda tau seberapa besar jumlah simpanan pada tabungan bank masyarakat Indonesia di bank yang ada di Indonesia? Besarnya adalah 4.900 triliun (Sumber LPS akhir tahun 2016).

Apakah Anda tau juga berapa banyak korban penipuan investasi bodong atau investasi abal-abal di Indonesia? Per September 2017, Satgas Waspada Investasi telah menutup 48 perusahaan yang menjalankan investasi illegal maupun berbentuk skema penipuan investasi dimana salah satunya merugikan 549.000 orang dengan taksiran kerugian 3,8 triliun rupiah.

Mari kita ambil benang merah satu persatu dari semua fakta-fakta sederhana ini.

Menabung Saham Banknya Vs Menabung di Bank

Bank dalam kondisi hari ini telah mengalami perubahan fungsi, Anda suka dan tidak suka, sadar dan tidak sadar maka bank sudah mengalami perubahan fungsi utama.

Anda menggunakan bank sebagai alat lalu lintas uang dengan semakin majunya perkembangan teknologi hal tersebut sudah terjadi.

Anda membayar tagihan Anda, mengirimkan dana kepada orang lain, membeli sesuatu dan lain sebagainya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

3,84 Juta Penumpang Naik LRT Jabodebek pada Kuartal I 2024

Whats New
Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Merger Tiktok Shop dan Tokopedia Dinilai Ciptakan Model Belanja Baru di Industri Digital

Whats New
Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Lowongan Kerja Perum Damri untuk SMA/SMK, Ini Persyaratan dan Cara Mendaftarnya

Work Smart
IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Asia, Ada Apa?

Whats New
Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Tak Mau Kejadian Nasabah Lempar Piring Saat Ditagih Kredit Terulang, PNM Kini Fokus Lindungi Karyawannya

Whats New
Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Bertemu Mendag Inggris, Menko Airlangga Bahas Kerja Sama JETCO dan Energi Bersih

Whats New
Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Sepatu Impor Sudah Diterima Pemilik, Siapa yang Tanggung Denda Rp 24,74 Juta?

Whats New
BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

BI: Biaya Merchant QRIS 0,3 Persen Tidak Boleh Dibebankan ke Konsumen

Whats New
Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Pemerintahan Baru Bakal Hadapi 'PR' Risiko Impor dan Subsidi Energi

Whats New
Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Kinerja Baik APBN pada Triwulan I-2024, Pendapatan Bea Cukai Sentuh Rp 69 Triliun

Whats New
Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Hadirkan Fitur Menabung Otomatis, Bank Saqu Siapkan Hadiah 50 Motor Honda Scoopy 

Whats New
Bahan Pokok Hari Ini 30 April 2024: Harga Daging Ayam Naik, Cabai Merah Keriting Turun

Bahan Pokok Hari Ini 30 April 2024: Harga Daging Ayam Naik, Cabai Merah Keriting Turun

Whats New
Minta Omnibus Law Dicabut, KSPI Sebut 50.000 Buruh Akan Kepung Istana

Minta Omnibus Law Dicabut, KSPI Sebut 50.000 Buruh Akan Kepung Istana

Whats New
Laba Bersih BSI Naik 17 Persen Jadi Rp 1,71 Triliun pada Kuartal I-2024

Laba Bersih BSI Naik 17 Persen Jadi Rp 1,71 Triliun pada Kuartal I-2024

Whats New
Pertumbuhan Upah Lambat, 29 Persen Pekerja AS Kesulitan Memenuhi Kebutuhan

Pertumbuhan Upah Lambat, 29 Persen Pekerja AS Kesulitan Memenuhi Kebutuhan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com