Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KEIN: Pasar Melihat Adanya Pelemahan Data Fundamental Ekonomi Indonesia

Kompas.com - 29/06/2018, 11:56 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rupiah semakin tertekan terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Saat ini, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menunjukkan rupiah berada pada posisi Rp 14.404 per dollar AS.

Wakil Ketua Komie Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan, pasar melihat adanya pelemahan data fundamental Indonesia, meskipun terjadi perbaikan peringkat kredit pemerintah.

"Rasio utang terhadap PDB, meski masih di bawah batas sesuai UU, jika melihat defisit neraca perdagangan yang cenderung membesar dikhawatirkan memaksa pemerintah menambah utang lebih banyak lagi," ujar Arif dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Jumat (29/6/2018).

Jika terus seperti ini, cadangan devisa dikhawatirkan juga akan terus tergerus lantaran kondisi eksternal, yaitu perang dagang antara AS dan China akan berpengaruh besar terhadap Indonesia.

"Barang-barang China akan lebih membanjiri pasar non AS termasuk Indonesia. Hal tersebut akan membuat impor indonesia naik di tengah ekspor yang stagnan," tambah dia.

Selain itu, juga terdapat kemungkinan China akan dengan sengaja melemahkan yuan terhadap dollar AS untuk membuat harga barang-barangnya menjadi lebih kompetitif.

Jika terus berlanjut, perang dagang ini pun berpotensi menjadi perang mata uang, dengan China yang lebih diuntungkan karena ekspor China adalah penyumbang terbesar

PDB China

Senada dengan Arif, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan lemahnya data-data ekonomi Indonesia berpera besar dalam pemelahan rupiah kali ini.

Pelaku pasar pun terdorong untuk melakukan aksi jual di bursa saham dan pasar surat utang alias obligasi.

Menurut dia, jika akhirnya Bank Indonesia memutuskan untuk menigkatkan suku bunga hingga 50 basis point (bps) atau 5 persen, meskipun dapat meningkatkan kupon Surat Berharga Negara (SBN) dan obligasi sehingga dapat menahan dana asing, efek yang dihasilkan kepada rupiah hanya jangka pendek.

"Tapi nggak berharap banyak (kenaikan suku bunga) bisa mempertahankan rupiah. Efek negatifnya bisa dipermainkan spekulan valas. Jadi utak-atik bunga acuan sekali lagi efeknya cuma jangka pendek. Yang lebih penting pembenahan fundamental ekonomi karena problemnya ada disitu mulai dari daya beli, kinerja ekspor, defisit transaksi berjalan dan sebagainya," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com