Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PGN Akuisisi 51 Persen Saham Pertagas Senilai Rp 16,566 Triliun

Kompas.com - 03/07/2018, 13:00 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

JAKARTA,  KOMPAS.com - PT Perusahaan Gas Negara (Persero) resmi mengakuisisi saham PT Pertamina Gas dan anak perusahaan sebesar 51 persen.

Berdasarkan penilaian Kantor Jasa Penilai Publik, nilai pasar wajar 100 persen saham Pertagas (induk saja) per 31 Desember 2017 adalah sebesar 2.094.658 ribu dollar AS.

Dengan menambahkan nilai pasar wajar 99 persen PTGN dan nilai pasar wajar 100 persen saham Pertagas maka nilai pasar wajar 100 persen saham Pertagas dan anak perusahaan per  31 Desember 2017 adalah sebesar 2.397.690.000 dollar AS.

Jika hanya 51 persen saham yang diakusisi, maka kepemilikan saham PGN sebesar 1.222.822.000 dollar AS atau setara dengan Rp 16.566.795.740.790 menggunakan kurs per 31 Desember 2017.

Baca juga: PGN dan Pertagas Resmi Bersatu, Kinerja PGN Diprediksi Meroket

Direktur Utama PGN Jobi Triananda Hasjim mengatakan akuisisi tersebut merupakan tindak lanjut keputusan pemerintah untuk holding BUMN Migas.

"Kenapa 51 persen? Buat PGN yang utama adalah bagaimana bisnis transmisi dan distribusi bisa dikordinasikan," ujar Jobi dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (3/7/2018).

Sementara itu, PGN belum memikirkan bagaimana 49 persen saham Pertagas lainnya. Hal tersebut sudah masuk dalam opsi PGN untuk mengakuisisi sisanya.

Namun, kata Jobi, saat ini pihaknya masih akan fokus mengelola 51 persen saham itu dan menyelesaikan proyek yang tengah berjalan.

Baca juga: Tingkatkan Bisnis Gas Nasional, PGN Akuisisi Pertagas

Direktur Keuangan PGN Said Reza Pahlevy menyatakan, valuasi dilakukan KJPP menggunakan metode DCF sebesar 70 persen dari pendekatan pendapatan dan 30 persen untuk GCM dari pendekatan pasar.

Oleh karena Pertagas merupakan perusahaan tertutup, maka diaplikasikan Discount for Lack of Marketability (DLOM) sebesar 20 persen. Ia menampik anggapan bahwa nilai saham Pertagas terlalu mahal.

"Soal mahal tidak mahal, dan komparasinya value, itu tidak fair. Jadi secara formulasi ada hitungannya, datanya lengkap, bukan angka begitu saja," kata Reza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com