Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI: Rupiah Melemah Tak Perlu Panik

Kompas.com - 03/07/2018, 18:09 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia meminta pasar dan masyarakat tidak perlu panik menyikapi pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan pihaknya akan melakukan intervensi di pasar. Sejauh ini pelemahan rupiah masih terkelola dengan baik.

"Kami akan intervensi dan melakukan stabilisasi. Kami ukur secara relatif, dan depresiasi rupiah masih manageable," ujarnya kepada para redaktur ekonomi Selasa (3/7/2018).

Hingga sore ini, di pasar spot nilai tukar rupiah berada di Rp 14.397 per dollar AS atau melemah 0,21 persen. Sementara itu kurs tengah BI, rupiah berada di Rp 14.418 per dollar AS.

Sementara itu rupiah pada periode awal tahun hingga akhir Juni (year to date) telah melemah 5,6 persen. 

Untuk menjaga rupiah, BI melakukan serangkaian langkah stabilisasi, tidak hanya melalui kebijakan suku bunga yang terukur, namun juga melalui intervensi untuk memastikan tersedianya likuiditas dalam jumlah yang memadai baik valuta asing (valas) maupun Rupiah, serta melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar.

Kedua, terkait dengan pergerakan nilai tukar rupiah, Perry Warjiyo mengatakan bahwa hal tersebut harus diukur secara relatif dibandingkan dengan negara-negara lain.

Saat ini pelemahan nilai tukar terhadap dollar AS juga tengah terjadi atau dialami oleh negara-negara regional. Secara relatif, pergerakan nilai tukar Rupiah tersebut masih terkendali (manageable) sebagai bagian dari fenomena global yang terjadi saat ini.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menambahkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terjadi di hampir seluruh negara berkembang (emerging market). Hal ini lantaran investor asing lebih memilih menempatkan dananya ke US treasury.

"Saat ini ketidakpastian ekonomi global masih tinggi," kata Mirza.

Terkait dengan kondisi tersebut, Perry Warjiyo menyebut bahwa menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin beberapa waktu lalu dilakukan untuk meningkatkan daya tarik pasar finansial Indonesia.

Sehingga, naiknya suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen diharapkan bisa menjadi daya tarik investor untuk kembali ke Indonesia.

"Selain menaikkan suku bunga acuan, BI juga melakukan serangkaian langkah agar kebijakan tersebut tidak berdampak negatif di dalam negeri," kata dia. 

Sebagai kompensasi atas naiknya suku bunga acuan tersebut, BI melakukan relaksasi terhadap aturan loan to value ratio (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR). Dengan ketentuan ini, debitur KPR tak harus menyediakan uang muka hingga 30 persen dari harga rumah.

"Uang muka untuk pembeli rumah pertama akan ditentukan oleh bank pemberi kredit, dengan tetap mengedepankan aspek kehati-hatian," lanjut Perry.

Pelonggaran lainnya adalah giro wajib minimum (GWM) rata-rata untuk bank dari 1,5 persen menjadi 2 persen dari dana pihak ketiga. Melalui pelonggaran tersebut, bank akan mendapatkan likuiditas tambahan untuk menggenjot kredit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Whats New
Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Whats New
Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Whats New
Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Whats New
LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Jadi 'Menkeu' Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Jadi "Menkeu" Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Spend Smart
Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Whats New
Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Whats New
Bank Mandiri Genjot Transaksi 'Cross Border' Lewat Aplikasi Livin’

Bank Mandiri Genjot Transaksi "Cross Border" Lewat Aplikasi Livin’

Whats New
Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Whats New
Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin: Kami Bingung...

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin: Kami Bingung...

Whats New
Ada Gangguan Persinyalan, Perjalanan KRL Lintas Bogor Terlambat 10-33 Menit Pagi Ini

Ada Gangguan Persinyalan, Perjalanan KRL Lintas Bogor Terlambat 10-33 Menit Pagi Ini

Whats New
Pertagas: Budaya Keselamatan Kerja Bukan soal Mematuhi Aturan, tapi Rasa Bertanggung Jawab

Pertagas: Budaya Keselamatan Kerja Bukan soal Mematuhi Aturan, tapi Rasa Bertanggung Jawab

Whats New
Investasi Reksadana adalah Apa? Ini Pengertian dan Jenisnya

Investasi Reksadana adalah Apa? Ini Pengertian dan Jenisnya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com